assalamualikum saudaraku muslim diseluruh dunia

>aku adalah aku jika aku diketahui kamu maka aku bukan aku siapakah aku ASSALAMUALAIKUM KAUM MUSLIMIN WAL MUSLIMAT ALLAH MENCIPTAKAN MANUSIA TIADA LAIN TIADA BUKAN HANYA UNTUK MENGENAL ALLAHSELAMAT DATANG DI MY BLOG JANGAN LUPA DIBACA,DIPAHAMI,DIKAJI DAN LIKE YA!!!!MISS ALLAH & MUHAMMAD
KULLU NAFSIN ZAIKATULMAUTingat dunia hanya sementara

silak te pade berajah lek de side allah

Thursday 9 April 2015

PENGETAHUAN TENTANG DIRI

Pengetahuan Tentang Diri

Wejangan Spiritual Imam Ghazali
Diambil Dari Kitab "Kimiya as Sa'adah"




Pengetahuan tentang diri adalah kunci pengetahuan tentang Tuhan, sesuai dengan Hadits: "Dia yang mentetahui dirinya sendiri, akan mengetahui Tuhan," dan sebagaimana yang tertulis di dalam al-Qur'an: "Akan Kami tunjukkan ayat-ayat kami di dunia ini dan di dalam diri mereka, agar kebenaran tampak bagi mereka." Nah, tidak ada yang lebih dekat kepada anda kecuali diri anda sendiri. Jika anda tidak mengetahui diri anda sendiri, bagaimana anda bisa mengetahui segala sesuatu yang lain. Jika anda berkata" "Saya mengetahui diri saya"- yang berarti bentuk luar anda; badan, muka dan anggota-anggota badan lainnya - pengetahuan seperti itu tidak akan pernah bisa menjadi kunci pengetahuan tentang Tuhan. Demikian pula halnya jika pengetahuan anda hanyalah sekedar bahwa kalau lapar anda makan, dan kalau marah anda menyerang seseorang; akankah anda dapatkan kemajuan-kemajuan lebih lanjut di dalam lintasan ini, mengingat bahwa dalam hal ini hewanlah kawan anda?

Pengetahuan tentang diri yang sebenarnya, ada dalam pengetahuan tentang hal-hal berikut ini:
Siapakah anda, dan dari mana anda datang? Kemana anda pergi, apa tujuan anda datang lalu tinggal sejenak di sini, serta di manakah kebahagiaan anda dan kesedihan anda yang sebenarnya berada? Sebagian sifat anda adalah sifat-sifat binatang, sebagian yan glain adalah sifat-sifat setan dan selebihnya sifat-sifat malaikat. 

Mestai anda temukan, mana di antara sifat-sifat ini yang aksidental dan mana yan gesensial (pokok). Sebelum anda ketahui hal ini, tak akan bisa anda temukan letak kebahagiaan anda yang sebenarnya. Pekerjaan hewan hanyalah makan, tidur dan berkelahi. Oleh karena itu, jika anda seekor hewan, sibukkan diri anda dengan pekerjaan-pekerjaan ini. Setan selalu sibuk mengobarkan kejahatan, akal bulus dan kebohongan. Jika anda termasuk dalam kelompok mereka, kerjakan pekerjaan mereka. Malaikat-malaikat selalu merenungkan keindahan Tuhan dan sama sekali bebas dari kualitas-kualitas hewan. Jika anda punya sifat-sifat malaikat, maka berjuanglah untuk mencapai sifat-sifat asal anda agar bisa anda kenali dan renungi Dia Yang Maha Tinggi, serta merdeka dari perbudakan nafsu dan amarah. Juga mesti anda temukan sebab-sebab anda diciptakan dengan kedua insting hewan ini: mestikah keduanya menundukkan dan memerangkap anda, ataukah anda yang mesti menundukkan mereka dan -
dalam kemajuan anda - menjadikan salah satu di antaranya sebagai kuda tunggangan serta yang lainnya sebagai senjata.

Langkah pertama menuju pengetahuan tentang diri adalah menyadari bahwa anda terdiri dari bentuk luar yang disebut sebagai jasad, dan wujud dalam yang disebut sebagai hati atau ruh. Yang saya maksudkan dengan "hati" bukanlah sepotong daging yang terletak di bagian kiri badan, tetapi sesuatu yang menggunakan fakultas-fakultas lainnya sebagai alat dan pelayannya.

Pada hakikatnya dia tidak termasuk dalam dunia kasat-mata, melainkan dunia maya; dia datang ke dunia ini sebagai pelancong yan gmengunjungi suatu negeri asing untuk keperluan perdagangan dan yang akhirnya akan kembali ke tanah asalnya. Pengetahuan tentang wujud dan sifat-sifatnya inilah yang merupakan kunci pengetahuan tentang Tuhan. Beberapa gagasan tentang hakikat hati atau ruh bisa diperoleh seseorang yang mengatupkan matanya dan melupakan segala sesuatu di sekitarnya selain individualitasnya. Dengan demikian, ia juga akan memperoleh penglihatan sekilas akan sifat tak berujung dari individualitas itu. Meskipun demikian, pemeriksaan yang terlalu dekat kepada esensi ruh dilarang oleh syariat. Di dalam al-Qur'an tertulis: "Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakan: Ruh itu adalah urusan Tuhanku." (QS 17:85). Yang bisa diketahui adalah bahwa ia merupakan suatu esensi tak terpisahkan yang termasuk dalam dunia titah, dan bahwa ia tidak berasal dari sesuatu yang abadi, melainkan diciptakan. Pengetahuan filosofis yang tepat tentang ruh bukanlah merupakan pendahuluan yang perlu untuk perjalanan di atas lintasan agama, melainkan muncul lebih sebagai akibat disiplin-diri dan kesabaran berada di atas lintasan itu, sebagaimana dikatakan dalam al-Qur'an: "Siapa yang berjuang di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan padanya jalan yan glurus." (QS 29:69).

Untuk melanjutkan peperangan ruhaniah demi mendapatkan pengetahuan tentang diri dan tentang Tuhan, jasad bisa digambarkan sebagai suatu kerajaan, jiwa (ruh) sebagai rajanya serta berbagai indera dan fakultas lain sebagai tentaranya. Nalar bisa disebut sebagai wazir atau perdana menteri, nafsu sebagai pemungut pajak dan amarah sebagai petugas polisi. Dengan berpura-pura mengumpulkan pajak, nafsu terus-menerus cenderung untuk merampas demi kepentingannya sendiri, sementara amarah selalu cenderung kepada kekasaran dan kekerasan. Pemungut pajak dan petugas polisi keduanya harus selalu ditempatkan di bawah raja, tetapi tidak dibunuh atau diungguli, mengingat mereka memiliki fungsi-fungsi tersendiri yang harus dipenuhinya. Tapi jika nafsu dan amarah menguasai nalar, maka - tak bisa tidak - keruntuhan jiwa pasti terjadi. Jiwa yang membiarkan fakultas-fakultas yang lebih rendah untuk menguasai yang lebih tinggi ibarat seseorang yang menyerahkan seorang bidadari kepada kekuasaan seekor anjing, atau seorang muslim kepada tirani seorang kafir.

Penanaman kualitas-kualitas setan, hewan ataupun malaikat menghasilkan watak-watak yang sesuai dengan kualitas tersebut - yang di Hari Perhitungan akan diwujudkan dalam bentuk kasat-mata, seperti nafsu sebagai babi, ganas sebagai anjing dan serigala, serta suci sebagai malaikat. Tujuan disiplin moral adalah untuk memurnikan hati dari karat-nafsu dan amarah, sehingga bagaikan cermin yan gjernih, ia memantulkan cahaya Tuhan.

Barangkali di antara pembaca ada yang akan berkeberatan, "Tapi jika manusia telah diciptakan dengan kualitas-kualitas hewan, setan dan malaikat, bagaimana bisa kita ketahui bahwa kualitas malaikat merupakan esensinya yang sebenarnya, sementara kualitas hewan dan setan hanyalah aksidental dan peralihan belaka?" Atas pertanyaan ini, saya jawab bahwa esensi tiap makhluk adalah sesuatu yang tertinggi di dalam dirinya dan khas baginya. Kuda dan keledai kedua-duanya adalah hewan pengangkut beban, tetapi kuda lebih unggul dari keledai karena ia dimanfaatkan untuk perang. Jika gagal dalam hal ini, ia pun terpuruk ke tingkatan binatang pengangkut beban. Fakultas tertinggi di dalamnya adalah nalar yang menjadikannya bisa merenung tentang Tuhan. Jika fakultas ini dominan dalam dirinya, maka ketika mati dia tinggalkan di belakangnya segenap kecenderungan kepada nafsu dan amarah, sehingga memungkinkannya berkawan dengan para malaikat. Dalam hal pemilikan kualitas-kualitas hewan, manusia kalah dibanding banyak hewan, tetapi nalar membuatnya lebih unggul dari mereka, sebagaimana tertulis di dalam al-Qur'an: "Telah Kami tundukkan segala sesuatu di atas bumi untuk manusia" (QS 45:13). Tetapi jika kecenderungan-kecenderungannya yang lebih rendah yang menang, maka setelah kematiannya, dia akan selamanya menghadap ke bumi dan mendambakan kesenangan-kesenangan duniawi.

Selanjutnya, jiwa rasional di dalam manusia penuh dengan keajaiban-keajaiban pengetahuan maupun kekuatan. Dengan itu semua ia menguasai seni dan sains, ia bisa menempuh jarak dari bumi ke langit bolak-balik secepat kilat, dan mampu mengatur lelangit dan mengukur jarak antar bintang. Dengan itu juga ia bisa menangkap ikan dari lautan dan burung-burung dari udara, serta bisa menundukkan binatang-binatang seperti gajah, unta dan kuda.

Pancainderanya bagaikan lima pintu yang terbuka menghadap ke dunia luar. Tetapi ajaib dari semuanya ini, hatinya memiliki jendela yang terbuka ke arah dunia ruh yang tak kasat-mata. Dalam keadaan tertidur, ketika saluran inderanya tertutup, jendela ini terbuka dan ia menerima kesan-kesan dari dunia tak-kasat-mata; kadang-kadang bisa ia dapatkan isyarat tentang masa depan. Hatinya bagaikan sebuah cermin yang memantulkan segala sesuatu yang tergambar di dalam Lauhul-mahfuzh. Tapi, bahkan dalam keadaan tidur, pikiran-pikiran akan segala sesuatu yang bersifat keduniaan akan memburamkan cermin ini, sehingga kesan-kesan yang diterimanya tidak jelas. Meskipun demikian setelah mati pikiran-pikiran seperti itu sirna dan segala sesuatu tampak dalam hakikat-telanjangnya. Dan kata-kata di dalam al-Qur'an pun menyatakan: "Telah Kami angkat tirai darimu dan hari ini penglihatanmu amat tajam."

Membuka sebuah jendela di dalam hati yang mengarah kepada yang takkasat-mata ini juga terjadi di dalam keadaan-keadaan yang mendekati ilham kenabian, yakni ketika intuisi timbul di dalam pikiran - tak terbawa lewat saluran-indera apa pun. Makin seseorang memurnikan dirinya dari syahwat-syahwat badani dan memusatkan pikirannya pada Tuhan, akan makin pekalah ia terhadap intuisi-intuisi seperti itu. Orang-orang yang tidak sadar akan hal ini tidak punya hak untuk menyangkal hakikatnya. Intuisi-intuisi seperti itu tidak pula terbatas hanya pada tingkatan kenabian saja. Sebagaimana juga besi, dengan memolesnya secukupnya, ia akan bisa dijelmakan menjadi sebuah cermin. Jadi, dengan disiplin yang memadai, pikiran siapa pun bisa dijadikan mampu menerima kesan-kesan seperti itu.

Kebenaran inilah yang diisyaratkan oleh Nabi ketika beliau berkata: "Setiap anak lahir dengan suatu fitrah (untuk menjadi muslim); orang tuanyalah yang kemudian membuatnya menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi." Setiap manusia, di kedalaman kesadarannya, mendengar pertanyaan "Bukankah Aku ini tuhanmu?" dan menjawab "Ya". Tetapi ada hati yang menyerupai cermin yang telah sedemikian dikotori oleh karat dan kotoran sehingga tidak lagi memberikan pantulan-pantulan yang jernih. Sementara hati para nabi dan wali, meskipun mereka juga mempunyai nafsu seperti kita, sangat peka terhadap segenap kesan-kesan ilahiah.
Bukan hanya dengan nalar pengetahuan capaian dan intuitif saja jiwa manusia bisa menempati tingkatan paling utama di antara makhluk-makhluk lain, tetapi juga dengan nalar kekuatan. Sebagaimana malaikat-malaikat berkuasa atas kekuatan-kekuatan alam, demikian jugalah jiwa mengatur anggota-anggota badan. Jiwa yang telah mencapai suatu tingkatan kekuatan khusus, tidak saja mengatur jasadnya sendiri, melainkan juga jasad orang lain. Jika mereka ingin agar seseorang yang sakit bisa sembuh, maka si sakit pun akan sembuh, atau menginginkan seseorang yang sehat agar jatuh sakit, maka sakitlah orang itu, atau jika ia inginkan kehadiran seseorang, maka datanglah orang itu kepadanya. Sesuai dengan baik-buruknya akibat yang ditimbulkan oleh jiwa yang sangat kuat ini, hal tersebut diistilahkan sebagai mukjizat dan sihir. Jiwa ini berbeda dari orang biasa dalam tiga hal:
1. Yang hanya dilihat oleh orang-orang lain sebagai mimpi, mereka lihat pada saat-saat jaga.
2. Sementara kehendak orang lain hanya mempengaruhi jasad mereka saja, jiwa ini, dengan kekuatan kehendaknya, bisa pula menggerakan jasad-jasad di luar mereka.
3. Pengetahuan yang oleh orang lain diperoleh dengan belajar secara sungguh-sungguh, sampai kepada mereka lewat intuisi.

Tentunya bukan hanya tiga tanda ini sajalah yang membedakan mereka dari orang-orang biasa, tetapi hanya ketiganya itulah yang bisa kita ketahui. Sebagaimana halnya, tidak ada sesuatu pun yang mengetahui sifat-sifat Tuhan yang sebenarnya, kecuali Tuhan sendiri, maka tak ada seorang pun yang mengetahui sifat sebenarnya seorang Nabi, kecuali seorang Nabi. Hal ini tak perlu kita herankan, sama halnya dengan di dalam peristiwa sehari-hari kita melihat kemustahilan untuk menerangkan keindahan puisi pada seseorang yan gtelinganya kebal terhadap irama, atau menjelaskan keindahan warna kepada seseorang yang sama sekali buta. Di samping ketidakmampuan, ada juga hambatan-hambatan lain di dalam pencapaian kebenaran ruhaniah. Salah satu di antaranya adalah pengetahuan yang dicapai secara eksternal. Sebagai misal, hati bisa digambarkan sebagai sumur dan pancaindera sebagai lima aliran yang dengan terus-menerus membawa air ke dalamnya. Agar bisa menemukan kandungan hati yang sebenarnya, maka aliran-aliran ini mesti dihentikan untuk sesaat dengan cara apa pun dan sampah yang dibawa bersamanya mesti dibersihkan dari sumur itu. Dengan kata lain, jika kita ingin sampai kepada kebenaran ruhani yang murni, pada saat itu mesti kita buang pengetahuan yang telah dicapai dengan proses-proses eksternal dan yang sering sekali mengeras menjadi prasangka dogmatis.

Kesalahan dari jenis lain, berlawanan dengan itu, dibuat oleh orang-orang yang dangkal yang - dengan menggemakan beberapa ungkapan yang mereka tangkap dari guru-guru Sufi - ke sana ke mari menyebarkan kutukan terhadap semua pengetahuan. Ia bagaikan seseorang yang tidak capak di bidang kimia menyebarkan ucapan: "Kimia lebih baik dari emas," dan menolak emas ketika ditawarkan kepadanya. Kimia memang lebih baik dari emas, tapi para ahli kimia sejati amatlah langka, demikian pula Sufi-sufi sejati.

Seseorang yang hanya memiliki pengetahuan yang dangkal tentang tasawuf, tidak lebih unggul daripada seorang yang terpelajar. Demikian pula seseorang yang baru mencoba beberapa percobaan kimia, tidak punya alasan untuk merendahkan seorang kaya. Setiap orang yang mengkaji persoalan ini akan melihat bahwa kebahagiaan memang terkaitkan dengan pengetahuan tentang Tuhan. Tiap fakultas dalam diri kita senang dengan segala sesuatu yang untuknya ia diciptakan. Syahwat senang memuasi nafsu, kemarahan senang membalas dendam, mata senang melihat obyek-obyek yang indah, dan telinga senang mendengar suara-suara yang selaras. Fungsi tertinggi jiwa manusia adalah pencerapan kebenaran, karena itu dalam mencerap kebenaran tersebut ia mendapatkan kesenangan tersendiri. Bahkan soal-soal remeh, seperti mempelajari catur, juga mengandung kebaikan. Dan makin tinggi materi subyek pengetahuan didapatnya, makin besarlah kesenangannya. Seseorang akan senang jika dipercayai untuk jabatan Perdana Menteri, tetapi betapa lebih senangnya ia jika sang raja sedemikian akrab dengannya sehingga membukakan soal-soal rahasia baginya. Seorang ahli astronomi yang dengan pengetahuannya bisa memetakan bintang-bintang dan menguraikan lintasan-lintasannya, mereguk lebih banyak kenikmatan dari pengetahuannya dibanding seorang pemain catur. Setelah mengetahui bahwa tak ada sesuatu yang lebih tinggi dari Allah, maka betapa akan besarnya kebahagiaan yang memancar dari pengetahuan sejati tentang-Nya itu! Orang yang telah kehilangan keinginan akan pengetahuan seperti ini adalah bagaikan seorang yang telah kehilangan seleranya terhadap makanan sehat, atau yang untuk hidupnya lebih menyukai makan lempung daripada roti. Semua nafsu badani musnah pada saat kematian bersamaan dengan kematian organ-organ yang biasa diperalat nafsu-nafsu tersebut. Tetapi jiwa
tidak. Ia simpan segala pengetahuan tentang Tuhan yang dimilikinya, malah menambahnya.

Suatu bagian penting dari pengetahuan kita tentang Tuhan timbul dari kajian dan renungan atas jasad kita sendiri yang menampakkan pada kita kebijaksanaan, kekuasaan, serta cinta Sang Pencipta. Dengan kekuasan-Nya, Ia bangun kerangka tubuh manusia yang luar biasa dari hanya suatu tetesan belaka. Kebijakan-Nya terungkapkan di dalam kerumitan jasad kita serta kemampuan bagian-bagiannya untuk saling menyesuaikan, Ia perlihatkan cinta-Nya dengan memberikan lebih dari sekadar organ-organ yang memang mutlak perlu bagi eksistensi - seperti hati, jantung dan otak - tetapi juga yang tidak mutlak perlu - seperti tangan, kaki, lidan dan mata.

Kepada semuanya ini telah Ia tambahkan sebagai hiasan hitamnya rambut, merahnya bibir dan melengkungnya bulu mata. Manusia dengan tepat disebut sebagi 'alamu shshaghir' atau jasad-kecil di dalam dirinya. Struktur jasadnya mesti dipelajari, bukan hanya oleh orang-orang yang ingin menjadi dokter, tetapi juga oleh orang-orang yang ingin mencapai pengetahuan yang lebih dalam tentang Tuhan, sebagaimana studi yang mendalam tentang keindahan dan corak bahasa di dalam sebuah puisi yang agung akan mengungkapkan pada kita lebih banyak tentang kejeniusan pengarangnya.

Di atas semua itu, pengetahuan tentang jiwa memainkan peranan yang lebih penting dalam membimbing ke arah pengetahuan tentang Tuhan ketimbang pengetauhan tentan gjasad kita dan fungsi-fungsinya. Jasad bisa diperbandingkan dengan seekor kuda dengan jiwa sebagai penunggangnya. Jasad diciptakan untuk jiwa dan jiwa untuk jasad. Jika seorang manusia tidak mengetahui jiwanya sendiri - yang merupakan sesuatu yang paling dekat dengannya - maka apa arti klaimnya bahwa ia telah mengetahui hal-hal lain. Kalau demikian, ia bagaikan seorang pengemis yang tidak memiliki persediaan makanan, lalu mengklaim bisa memberi makan seluruh penduduk kota.

Dalam bab ini kita telah berusaha sampai tingkat tertentu untuk memaparkan kebesaran jiwa manusia. Seseorang yang mengabaikannya dan menodai kapasitasnya dengan karat atau memerosotkannya, pasti menjadi pihak yang kalah di dunia ini dan di dunia mendatang. Kebesaran manusia yang sebenarnya terletak pada kapasitasnya untuk terus-menerus meraih kemajuan. Jika tidak, di dalam ruang temporal ini, ia akan menjadi makhluk yang paling lemah di antara segalanya - takluk oleh kelaparan, kehausan, panas, dingin dan penderitaan. Sesuatu yang paling ia senangi sering merupakan sesuatu yang paling berbahaya baginya. Dan sesuatu yang menguntungkannya tidak bisa ia peroleh kecuali dengan kesusahan dan kesulitan. Mengenai inteleknya, sekadar suatu kekacauan kecil saja di dalam otaknya sudah cukup untuk memusnahkan atau membuatnya gila. Sedangkan mengenai kekuatannya, sekadar sengatan tawon saja sudah bisa mengganggu rasa santai dan tidurnya. Mengenai tabiatnya, dia sudah akan gelisah hanya dengan kehilangan satu rupiah saja. Dan tentang kecantikannya, ia hanya sedikit lebih cantik daripada benda-benda memuakkan yang diselubungi dengan kulit halus. Jika tidak sering dicuci, ia akan menjadi sangat menjijikkan dan memalukan.

Sebenarnyalah manusia di dunia ini sungguh amat lemah dan hina. Hanya di dalam kehidupan yang akan datang sajalah ia akan mempunyai nilai, jika dengan sarana "kimia kebahagiaan" tersebut ia meningkat dari tingkat hewan ke tingkat malaikat. Jika tidak, maka keadaannya akan menjadi lebih buruk dari orang-orang biadab yan gpasti musnah dan menjadi debu. Perlu baginya untuk - bersamaan dengan timbulnya kesadaran akan keunggulannya sebagai makhluk terbaik - belajar mengetahui juga ketidakberdayaannya, karena hal ini juga merupakan salah satu kunci kepada pengetahuan tentang Tuhan.

BAYAN AL KHATIR

Bayan al Khatir

Membedakan Bisikan Allah, Bisikan, Malaikat, Bisikan Nafsu, Bisikan Syetan
Tulisan Hujjatul Islam Imam Al-Ghazaly dari kitab Roudlotut Tholibin wa-‘Umdatus Salikin, ini kami turunkan karena banyaknya pertanyaan dari pembaca soal cara membedakan bisikan-bisikan dari dalam hati, apakah dari Allah, nafsu atau syetan. Red.)Kajian ini seputar bisikan-bisikan hati (khawathir) dengan segala bentuknya, upaya memerangi, mengalahkan dan unggul dalam menghalau perbuatan syetan yang jahat. Juga bab ini tentang berlindung kepada Allah dari syetan dengan tiga cara:Pertama, anda harus mengetahui godaan, rekayasa dan tipuan syetan.Kedua, hendaknya anda tidak menanggapi ajakannya, sehingga qalbu anda tidak bergantung dengan ajakan itu.Ketiga, langgengkan dzikrullah dalam qalbu dan lisan anda. Sebab dzikrullah bagi syetan seperti penyakit yang menyerang manusia.Untuk mengetahui rekayasa godaan syetan, akan tampak pada bisikan-bisikan (khawathir) dan berbagai macam caranya. Mengenai pengetahuan tentang berbagai macam bisikan hati, patut anda ketahui, bahwa bisikan-bisikan itu adalah pengaruh yang muncul di dalam qalbu hamba yang menjadi pendorong untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, proses yang sepenuhnya terjadi di dalam qalbu ini berasal dari Allah - yang menjadi Pencipta segala sesuatu. Dalam kaitan ini, bisikan hati ada empat macam:

Suatu bisikan yang datang dari Allah swt. dalam qalbu hamba adalah sebagai bisikan awal, sehingga Dia disebut dengan Nama al-Khathir (Sang Pembisik).
Bisikan yang relevan dengan watak alam manusia, yang disebutan-nafs (jiwa).
Bisikan yang terdorong oleh ajakan syetan, yang disebut waswas (perasaan ragu-ragu).
Bisikan yang juga datang dari Allah yang disebut al-Ilham.
Al-Khathir adalah bisikan yang datang dari Allah swt. sebagai bisikan awal, terkadang berdimensi kebaikan, kemuliaan dan pemantapan dalam berhujjah. Kadang-kadang berdimensi negatif dan sebagai ujian. Al-Khathir yang datang dari pemberi Ilham tidak akan terjadi, kecuali mengandung kebajikan, karena Dia adalah Yang Memberi nasihat dan bimbingan. Sedangkan al-Khathir yang datang dari syetan, tidak datang kecuali mengandung elemen kejahatan. Bisikan ini terkadang sepintas mengandung kebajikan, tetapi dibalik itu ada makar dan istidraj (covernya nikmat, dalamnya siksa bencana).Sementara bisikan yang tumbuh dari hawa nafsu tidak luput dari elemen kejahatannya. Terkadang juga ada elemen baik tidak sekadar untuk pencapaian kenikmatan saja.Ada tiga persoalan yang harus anda ketahui di sini: Pertama-tama, beberapa ulama berkata bahwa jika anda ingin mengenal dan mengetahui perbedaan antara bisikan kebaikan dan bisikan kejahatan, maka pertimbangkan dengan tiga ukuran nilai (mawazin), yang dapat mendeteksinya:

Apabila bisikan itu relevan dengan syariat, berarti baik. Jika sebaliknya - baik karena rukhshah atau syubhat, maka tergolong bisikan jahat.

Manakala dengan mizan(ukuran nilai) itu tidak diperoleh kejelasan perbedaan masing-masing, sebaiknya anda konfirmasikan dengan teladan orang-orang saleh. Jika sesuai dengan teladan mereka, maka ikutilah, jika tidak ada kebaikan, berarti hanya suatu keburukan.

Apabila dengan ukuran nilai (miizan) demikian anda masih belum menemukan kejelasan, konfrontasikan dengan motivasi yang terdapat pada nafs (ego) dan hawa (kesenangan). Jika ukuran nilainya merujuk sekadar pada kecenderungan nafs (ego) yakni kecenderungan naluriah dan bukan untuk mencari harapan (raja’) dari Allah, tentu saja termasuk keburukan.Kedua, apabila anda ingin membedakan antara bisikan kejahatan yang bermula dari sisi syetan, atau dari sisi nafs (ego) ataukah bisikan itu dari sisi Allah swt., perlu anda perhatikan tiga hal ini:

Jika anda menemui bisikan yang kokoh, permanen, sekaligus konsisten pada satu hal, maka bisikan itu datang dari Allah swt., atau dari nafs (jika menjauhkan diri dari Allah). Namun jika bisikan itu menciptakan keraguan dan mengganjal dalam hati , maka itu muncul dari syetan.

Apabila bisikan itu anda jumpai setelah anda melakukan dosa, berarti itu datang dari Allah sebagai bentuk sanksi dari-Nya kepada anda. Jika bukan muncul dari akibat dosa, bisikan itu datang dari diri anda, yang berarti dari syetan.

Jika anda temui bisikan itu tidak melemahkan atau tidak mengurangi dari dzikir kepada Allah swt., tetapi bisikan itu tidak pernah berhenti, berarti dari hawa nafsu. Sebaliknya, jika melemahkan dzikir berarti dari syetan.Ketiga, apabila anda ingin membedakan apakah bisikan kebaikan itu datang dari Allah swt. atau dari malaikat, maka perlu diperhatikan tiga hal pula:

Manakala melintas sekejap saja, maka datang dari Allah swt. Namun jika berulang-ulang, berarti datang dari malaikat, karena kedudukannya sebagai penasihat manusia.

Manakala bisikan itu muncul setelah usaha yang sungguh-sungguh dan ibadah yang anda lakukan, berarti datang dari Allah swt. Jika bukan demikian,bisikan itu datang dari malaikat.

Apabila bisikan itu berkenaan dengan masalah dasar dan amal batin, bisikan itu datang dari Allah swt. Tetapi jika berkaitan dengan masalah furu` dan amal-amal lahiriah, sebagian besarnya dari malaikat. Sebab, menurut mayoritas ahli tasawuf malaikat tidak memiliki kemampuan untuk mengenal batin hamba Allah.Sementara itu, bisikan untuk suatu kebaikan yang datang dari syetan, merupakan istidraj menuju amal kejahatan yang lantas menjadi berlipat-lipat, maka anda perlu memperhatikan dengan cermat: Lihatlah, apabila dalam diri anda, pada salah satu perbuatan jika berasal dari bisikan di dalam hati anda dengan penuh kegairahan tanpa disertai rasa takut, dengan ketergesa-gesaan bukan dengan waspada dengan tanpa perasaan aman, ketakutan pada Allah, dengan bersikap buta terhadap dampak akhirnya, bukan dengan mata batin, ketahuilah bahwa bisikan itu berasal dari syetan. Maka jauhilah, Bisikan seperti itu, harus anda jauhi. Sebaliknya jika bisikan itu muncul bukan seperti bisikan-bisikan di atas, berarti : datang dari Allah swt., atau dari malaikat. Saya katakan, bahwa semangat yang membara dapat mendorong manusia untuk segera melakukan aktivitas, tanpa adanya pertimbangan dari mata hatinya, tanpa mengingat pahala bisa menjadi faktor yang membangkitkan kondisi itu semua.Sedangkan cara hati-hati adalah cara-cara yang terpuji dalam beberapa segi.Khauf, lebih cenderung seseorang untuk berusaha menyempurnakan dan mempraktekkan suatu perbuatan yang benar dan bisa diterima Allah atas amal perbuatan itu.Adapun perspektif hasil akhir suatu amal, hendaknya anda membuka mata hati dengan cermat dalam diri anda ada keyakinan bahwa amal tersebut adalah amalan yang lurus dan baik, atau adanya pandangan mengharapkan pahala di akhirat kelak. Ketiga kategori di atas harus anda ketahui dan sekaligus anda jaga. Sebab, semuanya mengandung ilmu-ilmu yang rumit sehingga sulit didapatkan dan rahasia-rahasia yang mulia. Wabillahi at-Tawfiq, wa Huwa’ Waliyyul-Hidayah.

---(ooo)---


MENGENAL REKAYASA SETAN

Mengenal Rekayasa Setan

Rekayasa dan pengkhianatan setan terhadap anak cucu Adam a.s. saat melakukan ibadah, terdapat tujuh cara:

Setan melarang taat kepada Allah. Apabila hamba Allah terpelihara, syetan memerintahkan agar hamba itu diperangi.

Apabila hamba itu diselamatkan Allah dari serangan setan, hamba itu digoda kemudian agar tergesa-gesa.

Jika Allah menyelamatkannya, hingga amalnya sempurna, setan menggoda agar memperlihatkan kesempurnaan amalnya.

Apabila Allah menjaganya dari godaan itu, setan masuk melalui takjub terhadap diri sendiri.

Apabila hamba melihat adanya anugerah Allah, setan menggoda agar hamba itu berijtihad dalam wilayah sirrullah (rahasia Allah). Setan membisikkan kepada hamba, "Sebenarnya Allah ingin menampakkan diri-Nya kepadamu!" Ucapan ini, dengan harapan agar si hamba terjerumus riya'. Tetapi, apabila sang hamba menyerahkan diri semuanya hanya pada Ilmu Allah, maka ia selamat.

Jika hamba melemah, tidak mengikuti aturan Allah, setan berbisik kembali, "Anda tidak butuh lagi terhadap amal tersebut. Karena jika Anda ditakdirkan bahagia, pasti meninggalkan amal itu tidaklah membahayakan Anda. Namun jika Anda ditakdirkan celaka, tentu, amal itu sama sekali tidak memberi manfaat kepada diri Anda!"

Apabila Allah masih menyelamatkan hamba-Nya ini, maka sang hamba berkata pada setan itu, "Aku ini hanya hamba. Dan bagi seorang hamba harus melaksanakan perintah tuannya. Sedang tuannya berbuat sekehendaknya dan menghukum sekehendaknya pula." Maka, hamba ini selamat dari setan, atas pertolongan Allah. Jika tidak, maka hancurlah hamba tadi.
(Dikutip dari kitab Raudlatut Thalibin wa 'Umdatus Salikin karya Imam Ghazali)