SEJARAH KITAB NAHJUL BALAGHAH IMAM ALI
Nahjul Balaghah merupakan kitab yang berisi kompilasi khotbah, surat, dan ucapan-ucapan Imam Ali bin Abi Thalib as yang penuh makna dan hikmah, yang dikumpulkan oleh Sayyid Radhi.Khotbah-khotbah Imam Ali as dinilai dan dihormati sedemikian tingginya di dunia Islam, sehingga hanya dalam waktu seabad setelah wafatnya, khotbah-khotbah itu telah diajarkan dan dibacakan sebagai kata terakhir di da lam Filsafat Tauhid, sebagai ceramah-ceramah bagi pembangunan watak, sebagai sumber inspirasi yang luhur, sebagai khotbah-khotbah meyakinkan ke arah takwa, sebagai mercu penunjuk ke arah kebenaran dan keadilan, sebagai karya pujian yang menakjubkan tentang Nabi Muhammad (saw) dan Al-Quran al-Karim, sebagai pembicaraan yang meyakinkan tentang nilai-nilai spiritual Islam, sebagai diskusi-diskusi yang menakjubkan tentang sifat-sifat Tuhan, sebagai karya utama kesusastraan, dan sebagai model seni retorika dan keterampilan berbahasa.
ABAD PERTAMA
Menurut kitab biografi yang termasyhur, Rijal al-Kabir, orang pertama yang mengumpulkan khotbah-khotbah ini di dalam sebuah kitab adalah Zaid ibn Wahab Jahmi (w. 90 H.) yang dipandang sebagai perawi Hadis. Jadi, dalam masa 30 tahun setelah wafatnya Imam Ali dan selama abad per tama Hijrah, khotbah-khotbah, surat serta ucapan-ucapannya telah dikumpulkan, dikutip, dan dipelihara.
ABAD KE-2
Pada abad ke-2, teladan Ibn Wahab Jahmi diikuti oleh :
(1) ’Abdul Hamid ibn Yahya (132 H.), seorang kaligrafis termasyhur pada masa Abbasiyyah, dan (2) Ibn al- Muqaffa (142 H.) mengambil alih tugas pengumpulannya. Jahizh al-Utsmani mengatakan bahwa Ibn al-Muqaffa telah menelaah khotbah-khotbah itu de ngan sangat cermat dan biasa mengatakan bahwa is telah memuaskan diri nya dari sumber pokok iimu pengetahuan dan kebijaksanaan dan setiap hari ia mendapatkan inspirasi baru dari khotbah-khotbah Imam Ali ini.
(3) Ibn Nadim, da lam kitab biografinya al-Fihrist, mengatakan bahwa Hisyam Ibn Sa’ad al-Kalbi (146 H.) juga telah mengumpulkan khotbah-khotbah ini. (al-Fihrist, lbn Na dim, jil. 7, hlm. 251)Sejak abad itu dan seterusnya, abad demi abad, pars ulama, sejarawan dan ahli Hadis, membacakan khotbah-khotbah ini, mengutipnya dan membahas makna kata-kata Berta ungkapan yang digunakan Imam Ali, dan mengacunya bilamana mereka memerlukan rujukan tentang teologia, etika, Sunnah dan Al-Quran, atau tentang kesusastraan dan retorika.
ABAD KE-3
1. Dalam abad ketiga, ’Umar ibn Bahr al-Jahizh (w. 255 H.; 688 M.) mengutip banyak khotbah dari Nahjul Balaghah dalam kitabnya al-Sayan wa at-Tabyin.
2. Ibn Qutaibah ad-Dainuri (w. 276 H.), dalam kitab-kitabnya ’Uyun al-Akhbar, dan Gharib al-Hadits mengutip banyak khotbah dan membahas pengertian dari banyak kata-kata dan ungkapan yang digunakan Imam Ali.
3. Ibn Wadhih al-Ya’qubi (w. 278 H.) menuliskan banyak khotbah dan ucapan Imam Ali dalam kitab Tarikh-nya.
4. Hanifah ad-Dainuri (280 H.) dalam kitabnya, Akhbar ath-Thiwal mengutip banyak khotbah dan ucapan Imam Ali.
5. Abul ’Abbas al-Mubarrad (286 H.), dalam bukunya Kitab al-Mubarrad, juga mengumpulkan banyak khotbah dan ucapan Imam Ali.
ABAD KE-4
1. Sejarawan al-Thabari (310 H.) mencatat beberapa dari khotbah ini di dalam kitabnya Tarikh al-Kabir.
2. Al-Halabi (320 H.) telah mengutip khotbah-khotbah ini di dalam kitabnya Tuhfat al-’Uqul. Para penuiis yang berikut ini pun telah mengutip Khotbah-khotbah dan ucapan-ucapan dari Nahjul Balaghah ini secara besar-besaran di dalam kitab-kitab mereka.
3. Ibn Warid (346 H.) dalam al-Mujtabni.
4. Ibn ’Abdi Rabbih (328 H.) dalam bukunya ‘Iqd al-Farid.
5. Siqat al-Islam Kulaini (329 H.) dalam al-Kafi.
6. Ali ibn Muhammad ibn ’Abdullah al-Mada’ini (335 H.) mengumpulkan khotbah-khotbah, Surat-Surat dan ucapan-ucapan Imam Ali dalam kitabnya Yaquth al-Hamawi menyebutkan tentang kitab ini di dalam Mu’jam al-Udaba’, jilid 5, hlm. 313.
7. Sejarawan Mas’udi (346 H.), dalam Muruj adz-Dzahab, telah mengutip beberapa dari Surat dan khotbah Imam Ali.
8. Abul Faraj al-Isfahani (356 H.) dalam al-Aghani.
9. Abu Ali al-Qali (356 H.) dalam an-Nawadir.
10. Syekh Shaduq (381 H.) dalam Kitab at-Tauhid, banyak mengutip khotbah, surat dan ucapan-ucapan ini.
ABAD KE-5
1. Syekh Mufid (421 H.) di dalam Kitab al-lrsyad, telah mengutip banyak khotbah, ucapan dan surat-surat Imam Ali.
2. Sayyid Radhi (420 H.) telah menyusun kumpulan khotbah, ucapan dan surat-surat Imam Ali as dan diberi judul : Nahjul Balaghah.
3. Syekh Tha’ifah Abu Ja’far Muhammad ibn Hasan at-Thusi (460 H.) yang hidup sezaman dengan Sayyid Radhi telah mengumpulkan beberapa dari khotbah ini jauh sebelum Sayyid Radhi melaksanakan karyanya.Yang dapat dikumpulkan Sayyid Radhi dalam Nahjul Balaghah tidak seluruh khotbah dan ucapan Imam Ali. Mas’udi (346 H.) dalam kitabnya yang terkenal, Muruj adz-Dzahab (jilid II, him 33, cetakan Mesir) mengatakan bahwa khotbah-khotbah Imam Ali saja, yang telah dipelihara oleh berbagai orang, berjumlah lebih dari 480 khotbah. Khotbah-khotbah ini diucapkan langsung tanpa persiapan. Orang-orang telah menyalinnya dan telah menyusunnya dalam bentuk kitab; mereka membacakannya dan mengutip bagian-bagiannya ke dalam kitab-kitab mereka.Nampaknya dari 480 khotbah itu sebagian telah hilang, dan yang dapat dliperoleh Sayyid Radhi hanya sekitar 245 khotbah. Di samping itu, ia juga telah mengumpulkan 75 pucuk surat dan lebih 200 ucapan. Hampir setiap khotbah, surat dan ucapan yang terkumpul di dalam Nahjul Balaghah terdapat di dalam kitab-kitab yang ditulis para penulis yang telah lama meninggal sebelum Sayyid Radhi dilahirkan, sedangkan sebagiannya lagi terdapat di dalam karya-karya para penulis yang walaupun sezaman dengannya namun lebih tua daripadanya dan telah menulis kitab-kitab mereka sebelum Nahjul Balaghah disusun. Sedemikian banyak kutipan para sarjana Muslim dan non Muslim, para ulama, filosof dan sejarawan yang memuji khotbah-khotbah, ucapan dan surat-surat Imam Ali as. Jika seluruh komentar sarjana itu dikumpulkan, maka semua itu akan menjadi sebuah buku yang terdiri dari ratusan halaman.
Sementara itu, di bawah ini hanya dicantumkan sebagian kecilnya saja.
1. Ibn Atsir (606 H.) sampai sekarang bukan saja diakui sebaga perawi hadis, tetapi juga seorang pakar besar tentang kata dan kosa kata. Kitabnya an-Nihayah wal Bidayah merupakan kitab sejarah dan makna kata-kata sulit dari Al-Quran dan Hadis. Di dalam kitabnya itu, ia membahas panjang lebar banyak perkataan, ungkapan dan kalimat-kalimat khotbah Imam Ali dari kitab Nahjul Balaghah. la mengatakan bahwa sejauh berkaitan dengan sisi komprehensifnya, kata-kata Imam Ali hanya di bawah Al-Quran.
2. Allamah Syekh Kamaluddin ibn Muhammad Thalhah asy-Syafi’i (w. 652 H.), di dalam kitabnya yang terkenal Mathalib as-Sa’ul, menulis : “Sifat Imam Ali as yang ke-4 adalah kefasihan dan kemahirannya di dalam seni bahasa. Beliau menonjol sedemikian rupa di dalam keahlian ini sehingga tiada seorang pun yang dapat berharap akan sampai kecuali ke tingkat debu sepatunya. Orang yang telah mengkaji Nahjul Balaghah dapat membentuk suatu gagasan tentang kecanggihannya yang sangat tinggi di dalam bidang ini.”
3. Ibn Abil Hadid (w. 655 H.) yang telah menulis sebuah kitab Syarh (komentar) berjilid-jilid tentang khotbah-khotbah itu, menulis: “Khotbah-khotbahnya, surat-surat dan ucapan-ucapannya begitu tinggi nilai sastra maupun kandungan maknanya, sehingga nilainya di atas kata-kata ucapan manusia biasa, dan hanya di bawah firman-firman Tuhan. Tiada yang dapat mengatasinya selain Al-Quran.” Pada bagian lain Ibn Abil Hadid mengatakan, “Kata-katanya adalah mukjizat Nabi Muhammad (saw). Ramalan-ramalannya menunjukkan bahwa pengetahuannya mengatasi manusia biasa.”
4. Allamah Sa’aduddin Taftazani (791 H.) di dalam Syarh al-Maqasid mengatakan bahwa, “Ali mempunyai penguasaan tertinggi atas bahasa, etika dan ajaran agama, dan pada saat yang sama ia adalah seorang orator ulung; khotbah-khotbahnya yang terkumpul di dalam Nahjul Balaghah menjadi saksi atas kenyataan ini.”
5. Allamah Ala’uddin al-Qusyaji (875 H.) dalam Syarh at-Tajrid menyatakan bahwa, “Kitab Nahjul Balaghah yang merupakan khotbah-khotbah dan makna yang terkandung di dalamnya membuktikan bahwa tiada sesuatu yang dapat mengatasinya, kecuali Al-Quran.”
6. Syekh Muhammad Abduh (1323 H.) juga telah menulis sebuah Syarh Nahjul Balaghah. la termasuk di antara pemikir modern yang menyadarkan dunia modern akan keindahan ajaran-ajaran Islam. Kata pengantarnya tentang Syarh-nya sendiri itu patut memperoleh kajian cermatPada kata pengantarnya itu, Muhammad Abduh mengatakan bahwa setiap orang yang memahami bahasa Arab pastilah sependapat bahwa khotbah-khotbah dan ucapan-ucapan Ali hanya di bawah firman Allah dan sabda Nabi Muhammad Saw. Kata-kata Imam Ali sedemikian sarat makna dan mengandung gagasan-gagasan yang begitu besar, sehingga kitab Nahjul Balaghah ini harus dikaji dengan sangat cermat, diacu dan dikutip oleh para mahasiswa maupun guru. Guru besar dalam kesusastraan dan falsafah ini meyakinkan universitas-universitas di Kairo dan Beirut untuk memasukkan kitab Nahjul Balaghah di dalam kurikulum untuk studi tingkat atas tentang kesusatraan dan falsafah.
7. Penulis dan orator terkenal Syekh Musthafa al-Ghulayaini yang dipandang sebagai ahli Tafsir AI-Quran serta kesusastraan Arab, di dalam bukunya ’Arij az-Zahr, bab “Gaya Bahasa”, menulis: “Siapa yang dapat menulis lebih baik dari Ali. selain Nabi saw dan Allah SWT. Orang-orang yang hendak mengkaji standar-standar kesusastraan yang paling tinggi, haruslah mengkaji kitab Nahjul Balaghah. Kitab itu mengandung pengetahuan yang sedemikian dalam dan nasihat-nasihat yang sedemikian menakjubkan tentang masalah etika dan agama sehingga kajian yang rutin atasnya akan membuat orang menjadi bijaksana, saleh dan berpikiran luhur dan akan melatihnya menjadi orator kaliber besar.”
8. Al-Ustadz Muhammad Muhyiddin, guru besar bahasa Arab pada Universitas AI-Azhar, Kairo, mengatakan bahwa Nahjul Balaghah merupakan suatu koleksi karya Sayyidina Ali yang disusun Sayyid Radhi. la mengandung contoh-contoh bahasa yang murni, kefasihan yang mulia dan kebijaksanaan yang tinggi sehingga tiada seorang pun selain Ali yang dapat menghasilkan karya semacam itu, karena setelah Nabi Suci Saw, dialah orator terbesar, yang paling ahli tentang bahasa dan kesusastraan serta sumber kebijaksanaan terbesar dalam agama Islam. Dia filosof yang dari kata-katanya mengalir pengetahuan dan kebijaksanaan.
9. AI-Ustadz ’Abdul Wahhab Hammudah, ahli kesusastraan dan hadis serta guru besar Universitas Fuad I di Kairo, dalam tahun 1951, menulis, “Kitab Nahjul Balaghah mengandung segala yang dapat dikatakan atau dituliskan para ulama besar, para guru besar etika, filosof, ilmuwan, ahli agama dan politisi. Kekuatan nasihat yang menakjubkan dan jalan yang luar biasa indah dalam menyajikan argumen serta kedalaman pandangan, membuktiKan bahwa Nahjul Balaghah merupakan karya suatu pikiran super seperti pikiran Ali.”
10. Abdul Masih al-Antaki, editor majalah Kristen al-Amran, Mesir, dalam kitabnya yang terkenal Syarh al-Qasha’id al-Auliya’ menulis, “Tak dapat disangkal bahwa Imam adalah Imam dari para khatib dan orator, dan ia adalah guru dan pemimpin para penulis dan filosof. Ada kebenaran di dalam penegasannya bahwa ucapan-ucapannya lebih tinggi dari ucapan siapa pun dan hanya lebih rendah dari firman Allah Yang Mahakuasa. Tiada diragukan bahwa dialah sumber penulis, pembicara, filosof, ulama dan penyair mengambil inspirasi, yang telah memperbaiki seni dan gaya bahasa mereka. Kumpulan karyanya dinamakan Nahjul Balaghah, yang patut sering-sering dibaca.”
11. Fuad Afram Al-Bustani, guru besar dalam kesusastraan Arab pada perguruan tinggi Quades Yusuf di Beirut adalah seorang penganut Katolik Romawi. la telah mengumpulkan sebuah kitab yang berisi karya-karya pilihan dari para filosof, ilmuwan, ahli agama, dan esayis. la memulai bukunya dengan kata-kata berikut: “Saya hendak memulai karya saya ini dengan pilihan-pilihan dari Nahjul Balaghah. Kitab itu merupakan karya seorang pemikir terbesar dunia….”
12. Polos Salamah, seorang moralis Kristen, penulis, penyair, di dalam bukunya yang ternama, Awal al-Malhamah al-’Arabiyah (Al-Naser Press, Beirut) mengatakan, “Kitab Nahjul Balaghah yang terkenal merupakan karya yang membuat orang tersadarkan akan pemikiran-pemikiran besar Ali ibn Abi Thalib. Tiada kitab yang mengatasinya kecuali Qur’an. Di dalamnya anda akan mendapatkan mutiara pengetahuan terpenting dalam rantai-ranta indah, bunga-bunga bahasa yang membuat pikiran orang semerbak dengan bau harum dan menyenangkan tentang heroisme dan keluhuran, dan aliran bahasa murni yang lebih manis dan lebih sejuk dari sumber Kautsar, yang terus mengalir secara tetap dan menyegarkan pikiran pembaca.”
RABU, 04 MARET 2009
Sabda Nabi saw: “Ali dariku dan aku dari Ali”
Posted on October 8, 2008 by Syamsuri Rifai
Dalam Shahih Bukhari, kitab Ash-Shalh, bab kayfa yaktub: Hadza mashalaha fulan bin fulan:
Al-Barra’ bin ‘Azib berkata: Pada bulan Dzul Qa’idah Nabi saw melakukan umrah. Penduduk Mekkah enggan mengundang beliau untuk berkunjung ke Mekkah, sehingga beliau memutuskan untuk muqim di Mekkah selama tiga hari. Ketika beliau menyuruh menulis surat: “Ini adalah ketentuan Muhammad Rasul Allah.” Kemudian mereka berkata: Kami tidak menetapkan hal itu, sekiranya kami mengetahui bahwa engkau adalah utusan Allah, apa yang menghalangi kami terhadapmu, engkau hanyalah Muhammad putera Abdullah. Nabi saw bersabda: “Aku adalah utusan Allah dan aku adalah Muhammad putera Abdullah.
Kemudian Nabi saw bersabda kepada Ali (as): Hapuslah kalimat ‘Rasul Allah’. Ali (as) berkata: Tidak, demi Allah, aku selamanya tidak akan menghapusmu. Kemudian Nabi saw mengambil surat itu, lalu menulis: Ini adalah ketetapan Muhammad bin Abdillah: Kami akan datang ke Mekkah bukan untuk peperangan tatapi untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan tidak akan membawa keluar seorang pun penduduk Mekkah yang ingin mengikuti, serta tidak melarang sahabat-sahabatnya yang hendak muqim di dalamnya.
Ketika beliau memasuki Mekkah, berselang beberapa saat, mereka mendatangi Ali (as) lalu berkata: Katakan pada sahabatmu! Keluarlah dari kota kami. Setelah berselang beberapa waktu, Nabi saw meninggalkan Mekkah, kemudian puteri Hamzah mengikuti rombongan Nabi saw sambil memanggil, wahai pamanku wahai pamanku. Kemudian Ali (as) mendekatinya lalu memegang tangannya dan berkata kepada Fatimah (as): Selainmu adalah puteri pamanmu. Kemudian Fatimah (as) membawanya. Lalu terjadi perdebatan antara Ali (as), Zaid dan Ja’far. Ali (as) berkata: Aku lebih berhak terhadapnya, dia adalah puteri pamanku. Ja’far berkata: dia juga puteri pamanku dan bibiknya berada dalam lindunganku. Zaid berkata: dia adalah puteri saudaraku. Kemudian Nabi saw membuat ketetapan dan bersabda: Bibik adalah seperti kedudukan ibu. Dan bersabda kepada Ali (as):
أنت مني وأنا منك
“Engkau dariku dan aku darimu.” Kemudian bersabda kepada Ja’far: “Engkau menyerupai keterciptaabku dan akhlakku.” Dan bersabda kepada Zaid: “Engkau adalah saudaraku dan junjunganku.”
Hadis ini juga disebutkan dalam kitab:
1. Shahih Bukhari, awal penciptaan, bab Umrah qadha’.
2. Sunan Al-Kubra, Al-Baihaqi, jilid 8 halaman 5, bab 13, hadis ke 15768.
3. Khashaish An-Nasa’i, halaman 51.
4. Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 1 halaman 98, hadis ke 772.
5. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3 halaman 120.
6. Tarikh Baghdad, Khathib Al-Baghdadi, jilid 4 halaman 140.
7. Musykil Al-Atsar, Ath-Thahawi, jilid 4 halaman 173.
Dalam Shahih Ath-Tirmidzi 2: 297, kitab manaqib, bab 20:Imran bin Hashin berkata: Pada suatu hari Rasulullah mengirim pasukan di bawah pimpinan Ali bin Abi Thalib (as). Setelah peperangan itu terjadilah musibah pada seorang budak perempuan, lalu mengingkarinya. Empat orang dari sahabat Nabi saw saling berjanji dan berkata: Jika nanti kami berjumpa dengan Rasulullah saw, kami akan memberitakan kepadanya apa yang dilakukan oleh Ali (as). Ketika kaum muslimin kembali dari perjalanannya, mereka menjumpai Rasulullah saw, lalu mengucapkan salam padanya lalu mereka pulang. Kemudian datanglah rombongan pasukan dan mereka mengucapkan salam kepada Nabi saw, lalu berdirilah salah seorang dari empat orang sahabat itu dan berkata: Ya Rasulallah, tidakkah melihat Ali bin Abi Thalib melakukan demikian dan demikian? Kemudian Nabi saw berpaling darinya. Kemudian yang satu lagi berdiri dan berkata seperti yang pertama, kemudian Nabi saw berpaling darinya. Kemudian yang ketiga berdiri dan berkata dengan perkataan yang sama, kemudian Nabi saw berpaling darinya. Kemudian yang keempat berdiri dan berkata dengan perkataan yang sama. Lalu Rasulullah saw menghadap kepada mereka dengan nampak marah di wajahnya dan bersabda:
ما تريدون من عليّ ؟ ما تريدون من عليّ ؟ ما تريدون من عليّ ؟ إن علياً مني وأنا منه ، وهو ولي كل مؤمن بعدي
“Apa yang kalian inginkan dari Ali? Apa yang kalian inginkan dari Ali? Sesungguhnya Ali adalah dariku dan aku darinya, dia adalah pemimpin setiap mukmin sesudahku.”
Hadis ini juga terdapat dalam kitab:
1. Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 4 halaman 437, hadis ke 19426.
2. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3 halaman 110, kitab Ma’rifah Ash-Shahabah.
3. Musnad Abu Dawud, jilid 3 halaman 111, hadis 829.
4. Hilyah Al-Awliya’, Abu Na’im, jilid 6 halaman 294.
5. Kanzul Ummal, Al-Muttaqi Al-Hindi, jilid 6 halaman 399: Fadhail Ali (as).
6. Khashaish An-Nasa’i, halaman 23.
Dalam Shahih At-Tirmidzi 2: 299, bab 21, hadis ke 3716:Barra’ bin ‘Azib berkata bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Ali (as):
أنت مني وأنا منك
“Engkau dariku dan aku darimu.” (juga dalam Khashaish An-Nasa’i, halaman19)
Dalam Shahih At-Tirmidzi 2: 299, kitab Manaqib, bab 21, hadis ke 3719:Habasyi bin Junadah berkata bahwa Rasulullah saw:
عليّ مني وأنا من عليّ ولا يؤدّي عني إلاّ أنا أو علي
“Ali dariku dan aku dari Ali, dan tidak akan mengenalku yang sebenarnya kecuali aku dan Ali.”
Hadis ini juga terdapat dalam:
1. Sunan Ibnu Majah, halaman 12, Mukaddimah, bab 11, hadis ke 119.
2. Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 4 halaman 164 dan 165, hadis ke 17051, 17052, 17056, 17057, 17058.
3. Khashaish An-Nasa’i, halaman 19 dan 20.
4. Ar-Riyadh An-Nadhrah, Muhibuddin Ath-Thabari, jilid 2 halaman 174.
Hadis Nabi saw: “Ali bersama Al-Qur’an dan Al-Qur’an bersama Ali”
Posted on October 8, 2008 by Syamsuri Rifai
Dalam Mustadrak Al-Hakim 3: 124, manaqib Ali bin Abi Thalib (sa): Ummu Salamah (isteri Nabi saw) berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
عليّ مع القرآن والقرآن مع عليّ لن يتفرقا حتى يردا علي الحوض
“Ali bersama Al-Qur’an dan Al-Qur’an bersama Ali, keduanya tak akan terpisahkan sehingga keduanya kembali kepadaku di telaga surga.” Al-Hakim mengatakan: Hadis ini shahih.
Hadis ini dan semakna juga terdapat dalam kitab berikut:
1. Faydh Al-Qadir, Al-Manawi, jilid 4 halaman 356.
2. Kanzul ummal, jilid 6 halaman 153, hadis ke 32912.
3. Majma’ Az-Zawaid, jilid 9 halaman 134.
4. Nurul Abshar, Asy-Syablanji, halaman 72.
5. Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah, Ibnu hajar, halaman 75
5. Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah, Ibnu hajar, halaman 75
Dalam suatu riwayat dinyatakan: menjelang wafatnya Rasulullah saw bersabda:
أيها الناس يوشك أن أقبض قبضاً سريعاً فينطلق بي وقد قدمت اليكم القول معذرة اليكم : ألا إني مخلف فيكم كتاب ربي عزوجل ، وعترتي أهل بيتي ، ثم أخذ بيد علي (عليه السلام) فرفعها فقال : هذا عليّ مع القرآن والقرآن مع عليّ لا يفترقان حتى يردا علي الحوض فاسألوهما ما خلفت فيهما
“Wahai manusia, sebentar lagi aku akan meninggalkan kalian, aku akan menyampaikan pada kalian perkataan yang berat bagi kalian: Ingatlah, aku tinggalkan pada kalian kitab Tuhanku Azza wa Jalla dan keturunanku Ahlul baitku.” Kemudian Nabi saw memegang tangan Ali (sa) dan mengangkatnya lalu bersabda: “Ini Ali bersama Al-Qur’an dan Al-Qur’an bersama Ali, keduanya tidak akan pernah terpisahkan sehingga keduanya kembali kepadaku di telaga surga. Maka hendaknya kalian bertanya kepada keduannya tentang apa saja sepeninggalku.”
Antara cinta dan benci kepada Imam Ali bin Abi Thalib
Posted on October 8, 2008 by Syamsuri Rifai
Al-Hakim meriwayatkan dalam kitabnya Al-Mustadrak, dari Ibnu Abbas. Ia berkata bahwa Rasulullah saw memandang Ali lalu bersabda:
يا علي أنت سيد في الدنيا سيد في الاخرة حبيبك حبيبي وحبيبي حبيب الله، وعدوك عدوي، وعدوي عدو الله، والويل لمن أبغضك بعدي
“Wahai Ali, kamu adalah penghulu di dunia dan penghulu di akhirat, kekasihmu adalah kekasihku, dan kekasihku adalah kekasih Allah. Musuhmu adalah musuhku, dan musuhku adalah musuh Allah, celakalah orang yang membencimu sesudahku.” (Mustadrak Al-Hakim 3: 128).
Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnadnya, dari Ali (sa) bahwa Rasulullah saw bersabda kepadanya:
لا يحبك إلا مؤمن ولا يبغضك الا منافق
“Tidak akan mencintaimu (Ali) kecuali orang mukmin, dan tidak akan membencimu kecuali orang munafik.” (Musnad Ahmad 3: 102).
Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak dari Abu Dzar Al-Ghifari (ra), ia berkata:
“Kami tidak mengenal orang-orang munafik kecuali karena kedustaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, meninggalkan shalat, dan kebencian kepada Ali bin Abi Thalib (sa).” (Mustadrak Al-Hakim 3: 102).
Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak, dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Nabi saw memandang Ali (sa) lalu bersabda:
يا علي أنت سيد في الدنيا سيد في الاخرة حبيبك حبيبي وحبيبي حبيب الله، وعدوك عدوي، وعدوي عدو الله، والويل لمن أبغضك بعدي
“Wahai Ali, kamu adalah penghulu di dunia dan penghulu di akhirat, kekasihmu adalah kekasihku dan kekasihku adalah kekasih Allah. Musuhmu adalah musuhku dan musuhku adalah musuh Allah, celakalah orang yang membencimu sesudahku.” (Mustadrak Al-Hakim 3: 128).
Rasulullah saw juga bersabda:“Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka ia mati syahid. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka ia mati dalam keadaan diampuni. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka matinya sebagai orang yang bertaubat. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka matinya sebagai orang yang beriman, dan imannya sempurna. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, malaikat maut akan menyampaikan kabar gembira tentang surga (sebagai kediamannya) …”
Hadis ini terdapat dalam kitab:
1. Tafsir Al-Kasysyaf, Zamakhsyari, jilid 2, halaman 339.
1. Tafsir Al-Kasysyaf, Zamakhsyari, jilid 2, halaman 339.
2. Faraid As-Samthin, Al-Hamawaini, jilid 2, halaman 49.
3. Arjah Al-Mathalib, Ubaidillah Al-Hanafi, halaman 320.
Imam Ali bin Abi Thalib - Pembagi Antara surga dan neraka
Rasulullah saw bersabda:
يا علي أنت قسيم الجنة والنار يوم القيامة غيري
“Wahai Ali, selain aku, engkau juga pembagi surga dan neraka pada hari kiamat.” (Maqtal Al-Husein, Al-Khawarizmi, jilid 2, halaman 39).
Hasan Al-Bashri meriwayatkan dari Abdullah bahwa Rasulullah saw bersabda:
إذا كان يوم القيامة يقعد علي بن أبي طالب على الفردوس وهو جبل قد علا على الجنة وفوقه عرش رب العالمين ومن سفحه تنفجر أنهار الجنة وتتفرق في الجنان، وهو جالس على كرسي من نور يجري بين يديه التسنيم، فلا يجوز أحد الصراط الا ومعه برائة بولايته وولاية أهل بيته يشرف فيدخل محبيه الجنة ومبغضيه النار
“Jika hari kiamat terjadi, Ali duduk di bagian atas surga Firdaus yaitu di suatu gunung yang ada bagian atas surga, yang di atasnya lagi ada Arasy Tuhan alam semesta, dan di kaki gunung itu terpancar sungai-sungai surga dan mengalirlah sungai-sungai di semua surga. Ali duduk di atas kursi dari cahaya dan di depannya mengalir sungai surga, maka saat itulah tidak ada seorang pun yang dapat melintasi shirathal mustaqim kecuali orang yang berwilayah kepadanya dan Ahlul baitnya, sehingga masuklah ke surga orang-orang yang mencintainya dan masuk ke neraka orang-orang yang membencinya.”
Hadis tersebut juga terdapat dalam kitab:
1. Faraidus Samthin, Al-Hamuwaini Asy-Syafi’i, jilid 1, bab 54.
2. Ar-Riyadh An-Nazhrah, Muhibuddin Ath-Thabari, jilid 2, halaman 173, 177-244.
3. Tarikh Baghdad, Al-Khathib Al-Baghdadi, jilid 3, halaman 161.
Tentang hadis tersebut selain diriwayatkan oleh Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud, juga diriwayatkan oleh sahabat-sahabat yang lain.
RABU, 22 OKTOBER 2008
Hadis Madinah Al-Ilm (Kota Ilmu)
Hadis ini menunjukkan bahwa kita umat Islam dalam hal keilmuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, harus merujuk kepada Rasulullah saw dan kepada Ali bin Abi Thalib (sa) pasca Nabi saw. Walaupun maknanya satu, redaksi hadis ini bermacam-macam, antara lain:
Rasulullah saw bersabda:
أَنَا مَدِيْنَةُ اْلعِلْمِ وَعَلِيٌّ بَابُهَا فَمَنْ أَرَادَ اْلمَدِيْنَةَ فَلْيَأْتِ اْلبَابَ
“Aku kota ilmu dan Ali adalah pintunya, barangsiapa yang ingin memasuki kota ilmu maka datanglah pada pintunya.”
أنا مدينة العلم وعلي بابها فمن أراد البيت فليأت الباب
“Aku kota ilmu dan Ali adalah pintunya, barangsiapa yang ingin memasuki rumah, maka masuklah melalui pintunya.”
أنامدينة العلم وعلي بابها فمن أراد العلم فليأت الباب
“Aku kota ilmu dan Ali adalah pintunya, barangsiapa yang menginginkan ilmu maka datanglah ke pintunya.”
أنا مدينة العلم وعلي بابها فمن أراد العلم فليأت باب المدينة
“Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya, barangsiapa yang menginginkan ilmu, maka datanglah pada pintu kota itu.”
أنا مدينة العلم وعلي بابها فمن أراد العلم فليأت من بابه
“Aku kota ilmu dan Ali adalah pintunya, barangsiapa yang menginginkan ilmu maka datanglah melalui pintunya.”
من أراد العلم فليأت الباب ومن أتى من غير الباب عد سارقاً وصار من حزب ابليس
“Barangsiapa yang menghendaki ilmu maka datanglah pada pintunya. Barangsiapa yang datang tidak melalui pintunya maka ia tergolong pencuri dan menjadi bagian dari pasukan iblis.”
Al-Hakim menyebutkan dalam kitabnya Al-Mustadrak, bersanad dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda:
أنا مدينة العلم وعلي بابها فمن أراد المدينة فليأت الباب
“Aku kota ilmu dan Ali adalah pintunya, barangsiapa yang ingin ke kota itu maka datanglah pada pintunya.” Al-Hakim mengatakan: sanad hadis ini shahih, tetapi Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkan.
يا علي أنا مدينة الحكمة وأنت بابها ولن تؤتى المدينة الا من قبل الباب
“Wahai Ali, aku kota hikmah dan kamu adalah pintunya. Tidak akan sampai pada kota hikmah kecuali melalui pintunya.”
Hadis Kota Ilmu dengan bermacam-macam redaksinya terdapat dalam:
1. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 126.
2. Tarikh Baghdad, Al-Khathib, jilid 2, halaman 377.
3. Ash-Shawa’iqul Muhriqag, Ibnu Hajar, halaman 183, cet Istambul.
4. Yanabi’ul Mawaddah, halaman 37.
5. Al-Bidayah wan-Nihayah, Ibnu Katsir, jilid 7, halaman 357.
6. Kanzul Ummal, Al-Muttaqi Al-Hindi, catatan kaki Musnad Ahmad jilid 5, halaman 30
7. Al-Isti’ab, Ibnu Abd Al-Birr, jilid 2, halaman 461.
8. Ar-Riyadh An-Nadhrah, jilid 2, halaman 193.
9. Dzakhairul Uqba, halaman 77.
10. Syarah Nahjul Balaghah, Ibnu Abil Hadid, jilid 2, halaman 236.
11. Kifayah Ath-Thalib, Al-Kanji Asy-Syafi’i, halaman 99.
12. Talkhish Al-Mustadrak, Adz-Dzahabi, jilid 3, halaman 126.
13. Lisanul Mizan, Ibnu Hajar Al-Asqalani, jilid 1, halaman 432.
14. Tahdzib Adz-Tahdzib, jilid 6, halaman 320.15. Fathul Kabir, An-Nabhani, jilid 1, hal.276.
16. Tarikh Al-Khulafa’, As-Suyuthi, halaman 170.
17. Jami’ush Shaghir, jilid 1, halaman 364.
KAMIS, 16 OKTOBER 2008
Antara cinta dan benci kepada Ali bin Abi Thalib (as)
Al-Hakim meriwayatkan dalam kitabnya Al-Mustadrak, dari Ibnu Abbas. Ia berkata bahwa Rasulullah saw memandang Ali lalu bersabda:
يا علي أنت سيد في الدنيا سيد في الاخرة حبيبك حبيبي وحبيبي حبيب الله، وعدوك عدوي، وعدوي عدو الله، والويل لمن أبغضك بعدي
لا يحبك إلا مؤمن ولا يبغضك الا منافق
Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak dari Abu Dzar Al-Ghifari (ra), ia berkata:
“Kami tidak mengenal orang-orang munafik kecuali karena kedustaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, meninggalkan shalat, dan kebencian kepada Ali bin Abi Thalib (as).” (Mustadrak Al-Hakim 3: 102).
Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak, dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Nabi saw memandang Ali (as) lalu bersabda:
يا علي أنت سيد في الدنيا سيد في الاخرة حبيبك حبيبي وحبيبي حبيب الله، وعدوك عدوي، وعدوي عدو الله، والويل لمن أبغضك بعدي
Rasulullah saw juga bersabda: “Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka ia mati syahid. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka ia mati dalam keadaan diampuni. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka matinya sebagai orang yang bertaubat. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka matinya sebagai orang yang beriman, dan imannya sempurna. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, malaikat maut akan menyampaikan kabar gembira tentang surga (sebagai kediamannya)"
يا علي أنت سيد في الدنيا سيد في الاخرة حبيبك حبيبي وحبيبي حبيب الله، وعدوك عدوي، وعدوي عدو الله، والويل لمن أبغضك بعدي
“Wahai Ali, kamu adalah penghulu di dunia dan penghulu di akhirat, kekasihmu adalah kekasihku, dan kekasihku adalah kekasih Allah. Musuhmu adalah musuhku, dan musuhku adalah musuh Allah, celakalah orang yang membencimu sesudahku.” (Mustadrak Al-Hakim 3: 128).
Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnadnya, dari Ali (as) bahwa Rasulullah saw bersabda kepadanya:
لا يحبك إلا مؤمن ولا يبغضك الا منافق
“Tidak akan mencintaimu (Ali) kecuali orang mukmin, dan tidak akan membencimu kecuali orang munafik.” (Musnad Ahmad 3: 102).
Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak dari Abu Dzar Al-Ghifari (ra), ia berkata:
“Kami tidak mengenal orang-orang munafik kecuali karena kedustaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, meninggalkan shalat, dan kebencian kepada Ali bin Abi Thalib (as).” (Mustadrak Al-Hakim 3: 102).
Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak, dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Nabi saw memandang Ali (as) lalu bersabda:
يا علي أنت سيد في الدنيا سيد في الاخرة حبيبك حبيبي وحبيبي حبيب الله، وعدوك عدوي، وعدوي عدو الله، والويل لمن أبغضك بعدي
“Wahai Ali, kamu adalah penghulu di dunia dan penghulu di akhirat, kekasihmu adalah kekasihku dan kekasihku adalah kekasih Allah. Musuhmu adalah musuhku dan musuhku adalah musuh Allah, celakalah orang yang membencimu sesudahku.” (Mustadrak Al-Hakim 3: 128).
Rasulullah saw juga bersabda: “Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka ia mati syahid. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka ia mati dalam keadaan diampuni. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka matinya sebagai orang yang bertaubat. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, maka matinya sebagai orang yang beriman, dan imannya sempurna. Ingatlah! Barangsiapa yang mati dalam keadaan cinta kepada keluarga Muhammad, malaikat maut akan menyampaikan kabar gembira tentang surga (sebagai kediamannya)"
Hadis ini terdapat dalam kitab:
1. Tafsir Al-Kasysyaf, Zamakhsyari, jilid 2, halaman 339.
1. Tafsir Al-Kasysyaf, Zamakhsyari, jilid 2, halaman 339.
2. Faraid As-Samthin, Al-Hamawaini, jilid 2, halaman 49.
3. Arjah Al-Mathalib, Ubaidillah Al-Hanafi, halaman 320.
Sabda Nabi saw: “Ali dariku dan aku dari Ali”
Dalam Shahih Bukhari, kitab Ash-Shalh, bab kayfa yaktub: Hadza mashalaha fulan bin fulan:
Al-Barra’ bin ‘Azib berkata: Pada bulan Dzul Qa’idah Nabi saw melakukan umrah. Penduduk Mekkah enggan mengundang beliau untuk berkunjung ke Mekkah, sehingga beliau memutuskan untuk muqim di Mekkah selama tiga hari. Ketika beliau menyuruh menulis surat: “Ini adalah ketentuan Muhammad Rasul Allah.” Kemudian mereka berkata: Kami tidak menetapkan hal itu, sekiranya kami mengetahui bahwa engkau adalah utusan Allah, apa yang menghalangi kami terhadapmu, engkau hanyalah Muhammad putera Abdullah. Nabi saw bersabda: “Aku adalah utusan Allah dan aku adalah Muhammad putera Abdullah.
Kemudian Nabi saw bersabda kepada Imam Ali (as): Hapuslah kalimat ‘Rasul Allah’. Imam Ali (as) berkata: Tidak, demi Allah, aku selamanya tidak akan menghapusmu. Kemudian Nabi saw mengambil surat itu, lalu menulis: Ini adalah ketetapan Muhammad bin Abdillah: Kami akan datang ke Mekkah bukan untuk peperangan tatapi untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan tidak akan membawa keluar seorang pun penduduk Mekkah yang ingin mengikuti, serta tidak melarang sahabat-sahabatnya yang hendak muqim di dalamnya.
Ketika beliau memasuki Mekkah, berselang beberapa saat, mereka mendatangi Ali (as) lalu berkata: Katakan pada sahabatmu! Keluarlah dari kota kami. Setelah berselang beberapa waktu, Nabi saw meninggalkan Mekkah, kemudian puteri Hamzah mengikuti rombongan Nabi saw sambil memanggil, wahai pamanku wahai pamanku. Kemudian Ali (as) mendekatinya lalu memegang tangannya dan berkata kepada Fatimah (as): Selainmu adalah puteri pamanmu. Kemudian Fatimah (as) membawanya. Lalu terjadi perdebatan antara Ali (as), Zaid dan Ja’far. Ali (as) berkata: Aku lebih berhak terhadapnya, dia adalah puteri pamanku. Ja’far berkata: dia juga puteri pamanku dan bibiknya berada dalam lindunganku. Zaid berkata: dia adalah puteri saudaraku. Kemudian Nabi saw membuat ketetapan dan bersabda: Bibi adalah seperti kedudukan ibu. Dan bersabda kepada Ali (as):
أنت مني وأنا منك
“Engkau dariku dan aku darimu.” Kemudian bersabda kepada Ja’far: “Engkau menyerupai keterciptaanku dan akhlakku.” Dan bersabda kepada Zaid: “Engkau adalah saudaraku dan pengikutku.”
Hadis ini juga disebutkan dalam kitab:
1). Shahih Bukhari, awal penciptaan, bab Umrah qadha’.
2). Sunan Al-Kubra, Al-Baihaqi, jilid 8 halaman 5, bab 13, hadis ke 15768.
3). Khashaish An-Nasa’i, halaman 51.
4). Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 1 halaman 98, hadis ke 772.
5). Mustadrak Al-Hakim, jilid 3 halaman 120.
6). Tarikh Baghdad, Khathib Al-Baghdadi, jilid 4 halaman 140.
7). Musykil Al-Atsar, Ath-Thahawi, jilid 4 halaman 173.
Dalam Shahih Ath-Tirmidzi 2: 297, kitab manaqib, bab 20:Imran bin Hashin berkata: Pada suatu hari Rasulullah mengirim pasukan di bawah pimpinan Ali bin Abi Thalib (as). Setelah peperangan itu terjadilah musibah pada seorang budak perempuan, lalu mengingkarinya. Empat orang dari sahabat Nabi saw saling berjanji dan berkata: Jika nanti kami berjumpa dengan Rasulullah saw, kami akan memberitakan kepadanya apa yang dilakukan oleh Ali (as). Ketika kaum muslimin kembali dari perjalanannya, mereka menjumpai Rasulullah saw, lalu mengucapkan salam padanya lalu mereka pulang. Kemudian datanglah rombongan pasukan dan mereka mengucapkan salam kepada Nabi saw, lalu berdirilah salah seorang dari empat orang sahabat itu dan berkata: Ya Rasulallah, tidakkah melihat Ali bin Abi Thalib melakukan demikian dan demikian? Kemudian Nabi saw berpaling darinya. Kemudian yang satu lagi berdiri dan berkata seperti yang pertama, kemudian Nabi saw berpaling darinya. Kemudian yang ketiga berdiri dan berkata dengan perkataan yang sama, kemudian Nabi saw berpaling darinya. Kemudian yang keempat berdiri dan berkata dengan perkataan yang sama. Lalu Rasulullah saw menghadap kepada mereka dengan nampak marah di wajahnya dan bersabda:
ما تريدون من عليّ ؟ ما تريدون من عليّ ؟ ما تريدون من عليّ ؟ إن علياً مني وأنا منه ، وهو ولي كل مؤمن بعدي
“Apa yang kalian inginkan dari Ali? Apa yang kalian inginkan dari Ali? Sesungguhnya Ali adalah dariku dan aku darinya, dia adalah pemimpin setiap mukmin sesudahku.”
Hadis ini juga terdapat dalam kitab:
1). Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 4 halaman 437, hadis ke 19426.
2). Mustadrak Al-Hakim, jilid 3 halaman 110, kitab Ma’rifah Ash-Shahabah.
3). Musnad Abu Dawud, jilid 3 halaman 111, hadis 829.
4). Hilyah Al-Awliya’, Abu Na’im, jilid 6 halaman 294.
5). Kanzul Ummal, Al-Muttaqi Al-Hindi, jilid 6 halaman 399: Fadhail Ali (as).
6). Khashaish An-Nasa’i, halaman 23.
Dalam Shahih At-Tirmidzi 2: 299, bab 21, hadis ke 3716:Barra’ bin ‘Azib berkata bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Ali (as):
أنت مني وأنا منك
“Engkau dariku dan aku darimu.” (juga dalam Khashaish An-Nasa’i, halaman19)
Dalam Shahih At-Tirmidzi 2: 299, kitab Manaqib, bab 21, hadis ke 3719:Habasyi bin Junadah berkata bahwa Rasulullah saw:
عليّ مني وأنا من عليّ ولا يؤدّي عني إلاّ أنا أو علي
“Ali dariku dan aku dari Ali, dan tidak akan mengenalku yang sebenarnya kecuali aku dan Ali.”
Hadis ini juga terdapat dalam:
Hadis ini juga terdapat dalam:
1). Sunan Ibnu Majah, halaman 12, Mukaddimah, bab 11, hadis ke 119.
2). Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 4 halaman 164 dan 165, hadis ke 17051, 17052, 17056,
17057, 17058.
3). Khashaish An-Nasa’i, halaman 19 dan 20.
4). Ar-Riyadh An-Nadhrah, Muhibuddin Ath-Thabari, jilid 2 halaman 174.
Hadis Nabi saw: “Ali bersama Al-Qur’an dan Al-Qur’an bersama Ali”
Dalam Mustadrak Al-Hakim 3: 124, manaqib Ali bin Abi Thalib (as): Ummu Salamah (isteri Nabi saw) berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
عليّ مع القرآن والقرآن مع عليّ لن يتفرقا حتى يردا علي الحوض
“Ali bersama Al-Qur’an dan Al-Qur’an bersama Ali, keduanya tak akan terpisahkan sehingga keduanya kembali kepadaku di telaga surga.” Al-Hakim mengatakan: Hadis ini shahih.
Hadis ini dan semakna juga terdapat dalam kitab berikut:
Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah, Ibnu hajar, halaman 75: Dalam suatu riwayat dinyatakan: menjelang wafatnya Rasulullah saw bersabda:
أيها الناس يوشك أن أقبض قبضاً سريعاً فينطلق بي وقد قدمت اليكم القول معذرة اليكم : ألا إني مخلف فيكم كتاب ربي عزوجل ، وعترتي أهل بيتي ، ثم أخذ بيد علي (عليه السلام) فرفعها فقال : هذا عليّ مع القرآن والقرآن مع عليّ لا يفترقان حتى يردا علي الحوض فاسألوهما ما خلفت فيهما
“Wahai manusia, sebentar lagi aku akan meninggalkan kalian, aku akan menyampaikan pada kalian perkataan yang berat bagi kalian: Ingatlah, aku tinggalkan pada kalian kitab Tuhanku Azza wa Jalla dan keturunanku Ahlul baitku.” Kemudian Nabi saw memegang tangan Ali (as) dan mengangkatnya lalu bersabda: “Ini Ali bersama Al-Qur’an dan Al-Qur’an bersama Ali, keduanya tidak akan pernah terpisahkan sehingga keduanya kembali kepadaku di telaga surga. Maka hendaknya kalian bertanya kepada keduannya tentang apa saja sepeninggalku.”
عليّ مع القرآن والقرآن مع عليّ لن يتفرقا حتى يردا علي الحوض
“Ali bersama Al-Qur’an dan Al-Qur’an bersama Ali, keduanya tak akan terpisahkan sehingga keduanya kembali kepadaku di telaga surga.” Al-Hakim mengatakan: Hadis ini shahih.
Hadis ini dan semakna juga terdapat dalam kitab berikut:
1). Faydh Al-Qadir, Al-Manawi, jilid 4 halaman 356.
2). Kanzul ummal, jilid 6 halaman 153, hadis ke 32912.
3). Majma’ Az-Zawaid, jilid 9 halaman 134.
4). Nurul Abshar, Asy-Syablanji, halaman 72.
Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah, Ibnu hajar, halaman 75: Dalam suatu riwayat dinyatakan: menjelang wafatnya Rasulullah saw bersabda:
أيها الناس يوشك أن أقبض قبضاً سريعاً فينطلق بي وقد قدمت اليكم القول معذرة اليكم : ألا إني مخلف فيكم كتاب ربي عزوجل ، وعترتي أهل بيتي ، ثم أخذ بيد علي (عليه السلام) فرفعها فقال : هذا عليّ مع القرآن والقرآن مع عليّ لا يفترقان حتى يردا علي الحوض فاسألوهما ما خلفت فيهما
“Wahai manusia, sebentar lagi aku akan meninggalkan kalian, aku akan menyampaikan pada kalian perkataan yang berat bagi kalian: Ingatlah, aku tinggalkan pada kalian kitab Tuhanku Azza wa Jalla dan keturunanku Ahlul baitku.” Kemudian Nabi saw memegang tangan Ali (as) dan mengangkatnya lalu bersabda: “Ini Ali bersama Al-Qur’an dan Al-Qur’an bersama Ali, keduanya tidak akan pernah terpisahkan sehingga keduanya kembali kepadaku di telaga surga. Maka hendaknya kalian bertanya kepada keduannya tentang apa saja sepeninggalku.”
KAMIS, 29 MEI 2008
Wejangan Tentang Akal
Wejangan Spiritual Imam Ali bin Abi Thalib as.
Kekayaan yang paling besar adalah akal.
Akal (kecerdasan) tampak melalui pergaulan, sedangkan kejahatan seseorang diketahui ketika dia berkuasa.
Akal adalah raja, sedangkan tabiat adalah rakyatnya. Jika akal lemah untuk mengatur tabiat itu, maka akan timbul kecacatan padanya.
Akal lebih diutamakan daripada hawa nafsu karena akal menjadikanmu sebagai pemilik zaman, sedangkan hawa nafsu memperbudakmu untuk zaman.
Makanan pokok tubuh adalah makanan, sedangkan makanan pokok akal adalah hikmah. Maka, kapan saja hilang salah satu dari keduanya makanan pokoknya, binasalah ia dan lenyap.
Duduklah bersama orang-orang bijak, baik mereka itu musuh atau akal bertemu dengan akal.
Tidak ada harta yang lebih berharga daripada akal.
Pertalian yang paling berharga adalah akal yang berpasangan de ngan kemujuran.
Adab adalah gambaran dari akal.
Jika akal dibiarkan menjadi kendali, tidak tertawan oleh hawa nafsu, atau melampaui batas agama, atau fanatik terhadap nenek moyang, niscaya hal itu akan mengantarkan pelakunya pada keselamatan.
Jika engkau hendak menutup sebuah kitab, maka hendaklah eng kau teliti kembali kitab itu. Karena sesungguhnya yang kau tutup adalah akalmu.
Jika Allah hendak menghilangkan nikmat dari seorang hamba-Nya, maka yang pertama kali diubah dari hamba-Nya itu adalah akal nya.
Akal adalah naluri, sedangkan yang mengasuhnya adalah berbagai pengalaman.
Akal adalah buah pikiran clan pengetahuan yang sebelumnya ti dak diketahui.
Ruh adalah kehidupan badan, sedangkan akal adalah kehidupan ruh.
Akal adalah rekaman terhadap berbagai pengalaman.
Rasulmu adalah juru terjemah akalmu.
Pahamilah kabar jika kalian mendengarnya dengan akal yang pe nuh dengan pemahaman, bukan akal yang sekadar meriwayatkan. Sesungguhnya periwayat ilmu banyak jumlahnya, sedangkan yang memahaminya sedikit.
Orang yang berakal bersaing dengan orang-orang saleh agar dapat menyusul mereka, clan dia ingin sekali dapat berserikat dengan memka karena kecintaannya terhadap mereka-meskipun amalnya tidak mampu menyamai mereka.
Orang berakal, jika berbicara dengan suatu kalimat, maka ikut bersamanya hikmah dan nasihat.
Orang yang paling bijak akalnya dan yang paling sempurna keutamaannya adalah yang mengisi hari-harinya dengan perdamaian, bergaul dengan saudara-saudaranya dengan rekonsiliasi, dan menerima kekurangan zaman.
Tidaklah patut bagi orang yang berakal kecuali berada dalam salah satu dari dua kondisi ini, yaitu berada dalam cita-cita yang paling (hubungan individu dengan masyarakat) tinggi untuk mencari dunia, atau berada dalam cita-cita yang pa ling tinggi untuk meninggalkannya.
Tidaklah layak bagi seorang yang berakal untuk menuntut ketaatan orang lain (terhadapnya), sedangkan ketaatannya terhadap dirinya sendiri ditolak.
Orang yang berakal adalah orang yang mencurigai pendapatnya sendiri dan tidak mempercayai apa yang dipandang baik oleh diri nya.
Orang yang berakal adalah yang menjadikan pengalaman-peng alaman (hidup) sebagai nasihat baginya.
Sesungguhnya perkataan orang-orang berakal, jika benar, maka ia adalah obat namun jika salah, maka ia adalah penyakit.
Permusuhan orang-orang pintar adalah permusuhan yang paling berat dan paling berbahaya karena ia hanya terjadi setelah didahului dengan hujah dan peringatan, clan setelah tidak mungkin lagi ada perdamaian di antara keduanya.
Sesungguhnya sesuatu yang tidak disukai (kesialan) memiliki ba tas yang pasti akan berakhir. Oleh karena itu, seorang yang berakal hendaknya bersikap tenang sampai kesialan itu hilang (berlalu dengan sendirinya). Sebab, menghindar darinya sebelum habis waktu nya hanya akan menambah kesialannya.
Orang yang paling disukai oleh orang berakal adalah musuhnya juga berakal. Sebab, jika musuhnya itu berakal, maka dia akan me rasa aman dari kejahatannya.
Celaan orang-orang yang berakal lebih berat daripada hukuman seorang penguasa.
Permulaan pendapat orang berakal adalah akhir pendapat orang bodoh.
Bagi orang yang berakal, hidup dalam kesusahan bersama orang orang berakal lebih disenangi daripada hidup dalam kelapangan bersama orang-orang bodoh.
Rukun-rukun Islam
Wejangan Spiritual Imam Ali bin Abi Thalib as.
Allah mewajibkan iman untuk menyucikan diri dari kemusyrikan. (Mewajibkan) shalat untuk membersihkan diri dari kesombongan. Zakat sebagai sebab mendatangkan rezeki. Puasa sebagai ujian untuk keikhlasan seorang hamba Allah. Haji sebagai sar-ana pendekatan diri kepada agama. Jihad untuk kemuliaan Islam. Mengajak kepada kebaikan sebagai kemaslahatan untuk orang banyak (masyarakat). Melarang perbuatan mungkar untuk mencegah kejahatan orangorang bodoh. Menyambung silaturahim untuk menambah bilangan penduduk. Qishash untuk mencegah pembunuhan. Pelaksanaan hudud (hukuman) untuk memuliakan hal-hal yang dilarang. Meninggalkan minuman khamar untuk menjaga akal. Menjauhkan diri dari pencurian untuk menjaga kehormatan diri. Meninggalkan zina untuk membentengi nasab. Kesaksian untuk mengalahkan bantahan. Meninggalkan dusta untuk mensyariatkan kebenaran. Perdamaian sebagai keamanan dari ancaman. Menyampaikan amanat sebagai peraturan bagi umat. Ketaatan sebagai pengagungan atas kepemimpinan.
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian beberapa kewajiban (keagamaan), maka janganlah kalian menyia-nyiakannya. Dia telah menentukan kepada kalian hukum, maka janganlah kalian melanggarnya. Melarang atas kalian beberapa perkara, maka janganlah kalian memberanikan diri menceburkan diri ke dalamnya. Dan Dia telah mendiamkan bagi kalian banyak hal, bukan karena lupa, maka janganlah kalian menyusahkan diri kalian dengan membahasnya.
Shalat adalah sarana pedekatan (kepada Allah) bagi setiap orang yang bertakwa, sedangkan haji adalah jihad setiap orang yang lemah. Bagi segala sesuatu ada zakatnya, sedangkan zakat badan adalah puasa. Dan jihad kaum wanita adalah setia kepada suaminya.
Tidak ada pendekatan diri (kepada Allah) dengan melaksanakan ibadah yang sunnah jika hal itu memudaratkan ibadah yang wajib.
Sesungguhnya bagi hati ada saat-saat menerima (giat) dan ada pula saat-saat malas. Maka, ketika ia sedang menerima, bebankanlah padanya ibadah-ibadah yang sunnah. Akan tetapi, ketika ia malas, cukupkanlah padanya ibadah-ibadah yang wajib.
Wejangan Tentang Introspeksi
Wejangan Spiritual Imam Ali bin Abi Thalib as.
Barangsiapa yang mengintrospeksi dirinya, maka dia telah beruntung dan barangsiapa yang lalai akan dirinya, maka dia telah merugi. Barangsiapa yang takut (akan siksa Allah), maka. dia akan aman (dari siksa-Nya). Barangsiapa yang mau mengambil pelajaran, maka dia akan terbuka pandangannya. Barangsiapa yang telah terbuka pandangannya, maka dia akan memahami. Dan barangsiapa yang telah memahami, maka dia akan mengetahui.
Semoga Allah merahmati seorang hamba yang takut kepada Tuhannya, menasihati dirinya, menyegerakan tobatnya, dan mengalahkan hawa nafsunya. Sebab, sesungguhnya ajalnya tersembunyi darinya, angan-angannya menipunya, sedangkan syetan menyertainya (berupaya menyesatkannya).
Sebaik-baik kehidupan adalah yang tidak menguasaimu dan tidak pula mengalihkan perhatianmu (dari mengingat Allah Ta’ala).
Ingatlah kalian akan berakhirnya segala kesenangan dan yang tersisa adalah pertanggungjawaban.
Amal-amal hamba terjadi dalam dunia ini, seimbang dengan perhitungannya kelak di akhirat.
Lihatlah wajahmu setiap waktu di cermin. jika wajahmu itu bagus, anggaplah ia buruk karena engkau menambahkannya dengan perbuatan. yang buruk, yang dengannya engkau telah memberi noda padanya. Dan jika (engkau dapati bahwa) wajahmu itu buruk, anggaplah. ia memang buruk karena engkau telah menggabungkan dua keburukan (buruk rupa dan amal).
Didiklah dirimu dengan apa yang engkau tidak suka pada orang lain.
Ketika seseorang mencela terhadap dirinya sendiri secara terang-terangan adalah diam-diam ia memuji dirinya.
Tidaklah kemaluanmu akan berzina jika engkau memejamkan pandanganmu.
Syetan setiap orang adalah (sepadan dengan keadaan) dirinya sendiri.
Wejangan Tentang Hati
Wejangan Spiritual Imam Ali bin Abi Thalib as.
Yang paling menakjubkan pada diri manusia adalah hatinya, padahal ia merupakan sumber hikmah sekaligus lawan kontranya :
Jika timbul harapan, maka ia ditundukkan ketamakan, ia akan dibinasakan oleh kekikiran.
Jika ia telah dikuasai keputus-asaan, penyesalan akan membunuhnya.
Jika ditimpa kemarahan, menjadi keras kepalalah ia.
Jika sedang puas, ia alpa menjaganya.
Jika dilanda ketakutan, dia disibukkan oleh kehati-hatian.
Jika sedang dalam kelapangan (kaya), bangkitlah kesombonganya.
Jika mendapatkan harta, kekayaan menjadikannya berbuat sewenang-wenang.
Jika kefakiran menimpa, ia tenggelam dalam kesusahan.
Jika laparnya menguat, kelemahan menjadikannya tidak mampu berdiri tegak.
Dan jika terlampau kenyang, perutnya akan mengganggu kenyamanannya.
Sesungguhnya setiap kekurangan akan membahayakan dan setiap hal yang melampaui batas akan merusak dan membinasakan.
Ada empat hal yang mematikan hati, yaitu: dosa yang bertumpuk-tumpuk, (mendengarkan) guyunon orang tolol, banyak bersikap kasar dengan kaum perempuan dan duduk bersama orang-orang mati.Mereka bertanya , “Siapakah orang-orang mati itu, wahai Amirul Mu’minin?”Imam ‘Ali, kw, menjawab, “Yaitu setiap hamba yang hidup bergelimang dalam kemewahan.”
Ketahuilah! Sesungguhnya diantara bencana ada kefakiran, yang lebih berat daripada kefakiran adalah penyakit badan dan yang lebih berat daripada penyakit badan adalah penyakit hati. Ketahuilah! Sesungguhnya di antara kenikmatan adalah banyak harta, yang lebih utama daripada banyak harta adalah kesehatan badan dan yang yang lebih utama daripada kesehatan badan adalah ketaqwaan hati.
Tanyalah hati tentang segala perkara karena sesungguhnya ia adalah saksi yang tidak akan menerima suap.
Sebaik-baik hati adalah yang paling waspada menjaganya.
Nyalakan hatimu dengan adab, sebagaimana nyalanya api dengan kayu bakar.
Harta simpanan yang paling bemanfaat adalah cinta hati.
Sesungguhnya hati memiliki keinginan, kepedulian, dan keengganan. Maka, datangilah ia dari arah kesenangan dan kepeduliannya. Sebab jika hati itu dipaksakan, ia akan buta.
Sesungguhnya hati mengalami kejemuan, sebagaimana jemunya badan. Maka, berikanlah padanya anekdot-anekdot hikmah.
Jika engkau ragu dalam hal kecintaan seseorang, maka tanyakanlah hatimu.
Wejangan Tentang Hati
Wejangan Spiritual Imam Ali bin Abi Thalib as.
Yang paling menakjubkan pada diri manusia adalah hatinya, padahal ia merupakan sumber hikmah sekaligus lawan kontranya :
Jika timbul harapan, maka ia ditundukkan ketamakan, ia akan dibinasakan oleh kekikiran.
Jika ia telah dikuasai keputus-asaan, penyesalan akan membunuhnya.
Jika ditimpa kemarahan, menjadi keras kepalalah ia.
Jika sedang puas, ia alpa menjaganya.
Jika dilanda ketakutan, dia disibukkan oleh kehati-hatian.
Jika sedang dalam kelapangan (kaya), bangkitlah kesombonganya.
Jika mendapatkan harta, kekayaan menjadikannya berbuat sewenang-wenang.
Jika kefakiran menimpa, ia tenggelam dalam kesusahan.
Jika laparnya menguat, kelemahan menjadikannya tidak mampu berdiri tegak.
Dan jika terlampau kenyang, perutnya akan mengganggu kenyamanannya.
Sesungguhnya setiap kekurangan akan membahayakan dan setiap hal yang melampaui batas akan merusak dan membinasakan.
Ada empat hal yang mematikan hati, yaitu: dosa yang bertumpuk-tumpuk, (mendengarkan) guyunon orang tolol, banyak bersikap kasar dengan kaum perempuan dan duduk bersama orang-orang mati.Mereka bertanya , “Siapakah orang-orang mati itu, wahai Amirul Mu’minin?”Imam ‘Ali, kw, menjawab, “Yaitu setiap hamba yang hidup bergelimang dalam kemewahan.”
Ketahuilah! Sesungguhnya diantara bencana ada kefakiran, yang lebih berat daripada kefakiran adalah penyakit badan dan yang lebih berat daripada penyakit badan adalah penyakit hati. Ketahuilah! Sesungguhnya di antara kenikmatan adalah banyak harta, yang lebih utama daripada banyak harta adalah kesehatan badan dan yang yang lebih utama daripada kesehatan badan adalah ketaqwaan hati.
Tanyalah hati tentang segala perkara karena sesungguhnya ia adalah saksi yang tidak akan menerima suap.
Sebaik-baik hati adalah yang paling waspada menjaganya.
Nyalakan hatimu dengan adab, sebagaimana nyalanya api dengan kayu bakar.
Harta simpanan yang paling bemanfaat adalah cinta hati.
Sesungguhnya hati memiliki keinginan, kepedulian, dan keengganan. Maka, datangilah ia dari arah kesenangan dan kepeduliannya. Sebab jika hati itu dipaksakan, ia akan buta.
Sesungguhnya hati mengalami kejemuan, sebagaimana jemunya badan. Maka, berikanlah padanya anekdot-anekdot hikmah.
Jika engkau ragu dalam hal kecintaan seseorang, maka tanyakanlah hatimu.
Wejangan tentang Shalat
Wejangan Spiritual Imam Ali bin Abi Thalib as.
Perbedaan antara seorang Mukmin dan kafir adalah shalat. Barang- siapa yang meninggalkannya, lalu dia mengaku sebagai Mukmin, maka perbuatannya itu telah mendustakannya, dan dirinya pun menjadi saksi akan hal itu.
Lakukanlah shalat subuh ketika hari masih gelap, niscaya (kelak) engkau akan bertemu dengan Allah Ta’ala dengan wajah yang putih.
Jagalah urusan shalat, peliharah ia, perbanyaklah mengerjakannya, dan dekatkanlah dirimu (kepada Allah) dengan shalat itu. Sebab, sesungguhnya shalat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang yang beriman (QS 4:103). Apakah kalian tidak mendengarkan jawaban para penghuni neraka ketika mereka ditanya, 'Apakah yang memasukkan kamu kedalam Saqar(neraka)?" Merekan menjawab, "Kami dahulu tidak termasuk orang~orang yang mengerjakan shalat " (QS 74:42-43).
Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw. ketika beliau mengutusku ke Yaman, "Bagaimana aku harus mengimani mereka shalat (berjamaah)?" Maka, beliau menjawab, "Imamilah mereka shalat (berjamaah) seperti shalatnya orang yang paling lemah di antara mereka, dan jadilah orang yang amat penyayang terhadap orang-orang yang beriman."
Barangsiapa yang tidak mengambil persiapan shalat sebelum tiba waktunya, maka dia tidak menghormati shalat.
RABU, 28 MEI 2008
Bapak Para Sufi - Imam Ali bin Abi Thalib kw
Di antara sekian banyak sahabat Nabi, hanya Ali bin Abi Thalib-lah yang diberikan sebutan karamallahu wajhah; sebuah sebutan yang juga berarti doa "Semoga Allah memuliakan wajahnya" atau "Allah telah memuliakan wajahnya." Semua ulama sepakat bahwa doa itu hanya dikhususkan untuk Imam Ali saja seperti halnya sebutan shalallahu 'alaihi wa alihi wassalam untuk Nabi Muhammad.
Ada beberapa riwayat yang menjelaskan hal ini. Salah satu riwayat diantaranya menjelaskan alasan tentang doa itu. Pertama, di antara semua sahabat Nabi saw, hanya Ali bin Abi Thalib yang tidak pernah menyembah berhala. Dia masuk Islam dalam usia yang masih kecil sehingga tak sempat beribadah kepada berhala. Artinya, wajahnya tak pernah disujudkan kepada berhala. Ali kecil langsung sujud kepada Allah swt.
Alasan kedua, Imam Ali adalah orang yang dikenal tak pernah melihat aurat, baik aurat dirinya sendiri maupun aurat orang lain. Konon, dalam sebuah pertemuan di Shiffin, pasukan Imam Ali bertemu dengan pasukan Muawiyah. Sebelum perang berkecamuk, biasanya diadakan mubarazah atau duel antara dua orang yang mewakili pasukan yang akan bertempur. Imam Ali menantang Muawiyah ber-mubarazah namun Muawiyah tak berani dan Amr bin Ash menggantikannya. Dalam duel itu, Amr terdesak dan mengalami kekalahan. Ketika Imam Ali hendak memukulkan pedangnya ke kepala Amr, Amr lalu membuka auratnya sehingga Imam Ali segera berbalik memalingkan wajahnya dan meninggalkan Amr. Karena Imam Ali tak mau melihat aurat, selamatlah Amr.
Semasa hidupnya, Imam Ali dikenal sebagai seorang pria yang gagah dan tampan. Banyak hadis yang meriwayatkan Imam Ali memiliki kepala yang agak botak sehingga orang yang tak senang pada Imam Ali memberikan julukan ashla yang berarti "Si Botak". Umar bin Khattab pernah berkata, "Sekiranya tak ada si ashla, celakalah Umar!"
Ketika banyak sahabat lain mengecam Imam Ali dengan memberikan julukan ashla, Rasulullah saw berkata, "Janganlah kalian mengecam Ali karena ia sudah tenggelam dalam kecintaan kepada Allah." Imam Ali sering menjadi fana atau larut dalam kecintaannya kepada Allah. Pernah suatu hari, Abu Darda menemukan Ali terbujur kaku di atas tanah seperti sebongkah kayu di sebuah kebun kurma milik seorang penduduk Mekkah. Dengan tergopoh-gopoh, Abu Darda mendatangi Fathimah untuk berbelasungkawa, karena ia mengira Ali telah meninggal dunia. Fathimah hanya berkata, "Sepupuku, Ali, tidak mati melainkan ia pingsan karena fana dalam ketakutannya kepada Allah. Ketahuilah, kejadian itu sering menimpanya."
Bagi Imam Ali, salat juga tidak merupakan peristiwa biasa. Baginya, salat adalah pertemuan agung dengan Allah swt. Imam Al-Ghazali mengisahkan hal ini dalam kitab Ihya Ulumuddin: Suatu hari, menjelang waktu salat, seorang sahabat menemukan Imam Ali dalam keadaan tubuh yang berguncang dan wajah yang pucat pasi. Ia bertanya, "Apa yang telah terjadi, wahai Amirul Mukminin?" Imam Ali menjawab, "Telah datang waktu salat. Inilah amanat yang pernah diberikan Allah kepada langit, bumi, dan gunung tetapi mereka menolak untuk memikulnya dan berguncang dahsyat karenanya. Sekarang, aku harus memikulnya." Dengan sikapnya itu, Imam Ali ingin mengajarkan sahabatnya bahwa salat bukanlah kejadian biasa. Salat adalah amanat yang di dalamnya mengandung perjanjian mulia antara seorang hamba dengan Tuhannya. Alangkah anehnya bila kita masih belum merasakan kekhusukan itu di dalam salat kita. Tuhan berfirman, "Sungguh beruntung orang-orang mukmin itu; yaitu mereka yang khusyuk di dalam salatnya. (QS. Al-Mukminun; 1)
Imam Ali juga dikenal karena salatnya yang khusyuk. Banyak sahabat yang memuji salat Ali sebagai salat yang mirip dengan salat Rasulullah saw. Puluhan tahun sejak kematian Rasulullah, seorang sahabat bernama 'Umran bin Husain, salat di belakang Imam Ali di Basrah. 'Umran berkata, "Lelaki itu mengingatkan aku pada salat yang dilakukan Rasulullah saw." 'Umran terkesan akan salat Ali bukan karena gerakan-gerakan lahiriahnya melainkan karena kekhusyukannya.
Ibn Abi Al-Hadid, bercerita tentang ibadah Imam Ali. Ia menyebutkan Ali sebagai orang yang paling taat beribadah dan yang paling banyak salat dan puasanya sehingga dari Ali-lah orang banyak belajar tentang salat malam. Selain itu, Ali senantiasa melazimkan wirid dan menunaikan ibadah-ibadah nafilah. Dalam Perang Shiffin, Al-Hadid bercerita, "Di tengah-tengah perang yang berkecamuk, Ali masih mendirikan salat. Sesudah salat, ia membaca wirid. Dalam kesibukan perangnya, ia tak meninggalkan wiridnya padahal anak panah melintas di antara kedua belah tangan dan di antara kedua daun telinganya."
Banyak hadis meriwayatkan kehidupan Imam Ali yang teramat sederhana. Ali bekerja keras membanting tulang untuk nafkah keluarganya. Istrinya, Fathimah, setiap hari menggiling gandum sampai melepuh tangannya. Suatu saat, setelah memenangkan sebuah peperangan, kaum muslimin memiliki banyak tawanan perang. Fathimah berkata pada Ali, "Bagaimana jika kita meminta salah seorang tawanan kepada Rasulullah untuk menjadi pembantu kita?" Imam Ali enggan menyampaikan permohonan ini pada Rasulullah karena merasa sangat malu. Ia meminta Fathimahlah yang memintakan hal itu.
Pergilah Fathimah menemui Rasulullah saw. Begitu ia berada di hadapan Nabi yang mulia, Fathimah tak kuasa menyampaikan maksudnya. Ia pulang lagi ke rumahnya. Imam Ali lalu pergi untuk menyampaikan hal itu dan ia pun tak kuasa mengutarakan keinginan itu dan kembali lagi. Akhirnya keduanya memutuskan untuk pergi bersama-sama ke tempat Rasulullah. Disampaikanlah hajat itu tapi Rasulullah tak menjawab permintaan mereka. Keduanya pulang dengan perasaan malu dan takut akan kemurkaan Rasulullah.
Malam harinya Nabi datang ke rumah Ali. Nabi menyaksikan Ali hanya berselimutkan sarung yang amat pendek padahal malam teramat dingin. Jika selimut itu ditarik ke atas, terbukalah bagian bawah dan jika selimut itu ditarik ke bawah, terbukalah bagian atas. Rasulullah terharu melihat kesederhanaan Ali. Ia berkata kepada keluarga mulia itu, "Maukah kalian aku berikan pembantu yang lebih baik dari seluruh isi langit dan bumi?"
Rasulullah saw kemudian memberikan wirid untuk dibacakan oleh keluarganya itu seusai salat. Wirid itu berisi 33 kali tasbih, tahmid, dan takbir.Begitu setianya Imam Ali dengan wiridnya itu, ia tak pernah meninggalkannya bahkan saat perang sekali pun. Ia melazimkannya dalam setiap keadaan. Di masa kekuasaan Muawiyah, karena kebencian Muawiyah pada Imam Ali, para khatib Jumat diperintahkan untuk mengakhiri setiap khutbahnya dengan kecaman kepada Ali. Cacian dan makian ini berlangsung selama hampir puluhan tahun. Ketika Umar bin Abdul Aziz berkuasa, perintah ini dihapuskan. Namun meskipun Muawiyah begitu membenci Ali, ia harus mengakui keutamaan sifat-sifat Ali.
Suatu saat, Darar bin Dhamrah Al-Khazani diminta Muawiyah untuk bercerita tentang Imam Ali kw. Ia tak mau memenuhi permintaan itu. Ia takut, bila ia menceritakan keadaan Ali apa adanya, ia akan dianggap sebagai orang yang mengutamakan Ali, dan ia akan dihukum. Oleh sebab itu Darar hanya berkata, "Ampunilah aku, wahai Amirul Mukminin! Jangan perintahkan aku untuk mengungkapkan hal itu. Perintahkan aku untuk melakukan hal lain saja." "Tidak," ujar Muawiyah, "aku takkan mengampunimu." Akhirnya Darar bercerita tentang Ali dalam bahasa Arab yang teramat indah. Terjemahannya sebagai berikut:"Ali adalah seorang yang cerdik cendekia dan gagah perkasa. Ia berbicara dengan jernih dan menghukum dengan adil. Ilmu memancar dari kedalaman dirinya dan hikmah keluar dari sela-sela ucapannya. Ia mengasingkan diri dari dunia dengan segala keindahannya untuk kemudian bertemankan malam dengan seluruh kegelapannya, di sisi Allah. Air matanya senantiasa mengalir dan hatinya selalu tenggelam dalam pikiran. Ia sering membolak-balikkan tangannya dan berdialog dengan dirinya. Ia senang dengan pakaian yang sederhana dan makanan yang keras."
Alasan kedua, Imam Ali adalah orang yang dikenal tak pernah melihat aurat, baik aurat dirinya sendiri maupun aurat orang lain. Konon, dalam sebuah pertemuan di Shiffin, pasukan Imam Ali bertemu dengan pasukan Muawiyah. Sebelum perang berkecamuk, biasanya diadakan mubarazah atau duel antara dua orang yang mewakili pasukan yang akan bertempur. Imam Ali menantang Muawiyah ber-mubarazah namun Muawiyah tak berani dan Amr bin Ash menggantikannya. Dalam duel itu, Amr terdesak dan mengalami kekalahan. Ketika Imam Ali hendak memukulkan pedangnya ke kepala Amr, Amr lalu membuka auratnya sehingga Imam Ali segera berbalik memalingkan wajahnya dan meninggalkan Amr. Karena Imam Ali tak mau melihat aurat, selamatlah Amr.
Semasa hidupnya, Imam Ali dikenal sebagai seorang pria yang gagah dan tampan. Banyak hadis yang meriwayatkan Imam Ali memiliki kepala yang agak botak sehingga orang yang tak senang pada Imam Ali memberikan julukan ashla yang berarti "Si Botak". Umar bin Khattab pernah berkata, "Sekiranya tak ada si ashla, celakalah Umar!"
Ketika banyak sahabat lain mengecam Imam Ali dengan memberikan julukan ashla, Rasulullah saw berkata, "Janganlah kalian mengecam Ali karena ia sudah tenggelam dalam kecintaan kepada Allah." Imam Ali sering menjadi fana atau larut dalam kecintaannya kepada Allah. Pernah suatu hari, Abu Darda menemukan Ali terbujur kaku di atas tanah seperti sebongkah kayu di sebuah kebun kurma milik seorang penduduk Mekkah. Dengan tergopoh-gopoh, Abu Darda mendatangi Fathimah untuk berbelasungkawa, karena ia mengira Ali telah meninggal dunia. Fathimah hanya berkata, "Sepupuku, Ali, tidak mati melainkan ia pingsan karena fana dalam ketakutannya kepada Allah. Ketahuilah, kejadian itu sering menimpanya."
Bagi Imam Ali, salat juga tidak merupakan peristiwa biasa. Baginya, salat adalah pertemuan agung dengan Allah swt. Imam Al-Ghazali mengisahkan hal ini dalam kitab Ihya Ulumuddin: Suatu hari, menjelang waktu salat, seorang sahabat menemukan Imam Ali dalam keadaan tubuh yang berguncang dan wajah yang pucat pasi. Ia bertanya, "Apa yang telah terjadi, wahai Amirul Mukminin?" Imam Ali menjawab, "Telah datang waktu salat. Inilah amanat yang pernah diberikan Allah kepada langit, bumi, dan gunung tetapi mereka menolak untuk memikulnya dan berguncang dahsyat karenanya. Sekarang, aku harus memikulnya." Dengan sikapnya itu, Imam Ali ingin mengajarkan sahabatnya bahwa salat bukanlah kejadian biasa. Salat adalah amanat yang di dalamnya mengandung perjanjian mulia antara seorang hamba dengan Tuhannya. Alangkah anehnya bila kita masih belum merasakan kekhusukan itu di dalam salat kita. Tuhan berfirman, "Sungguh beruntung orang-orang mukmin itu; yaitu mereka yang khusyuk di dalam salatnya. (QS. Al-Mukminun; 1)
Imam Ali juga dikenal karena salatnya yang khusyuk. Banyak sahabat yang memuji salat Ali sebagai salat yang mirip dengan salat Rasulullah saw. Puluhan tahun sejak kematian Rasulullah, seorang sahabat bernama 'Umran bin Husain, salat di belakang Imam Ali di Basrah. 'Umran berkata, "Lelaki itu mengingatkan aku pada salat yang dilakukan Rasulullah saw." 'Umran terkesan akan salat Ali bukan karena gerakan-gerakan lahiriahnya melainkan karena kekhusyukannya.
Ibn Abi Al-Hadid, bercerita tentang ibadah Imam Ali. Ia menyebutkan Ali sebagai orang yang paling taat beribadah dan yang paling banyak salat dan puasanya sehingga dari Ali-lah orang banyak belajar tentang salat malam. Selain itu, Ali senantiasa melazimkan wirid dan menunaikan ibadah-ibadah nafilah. Dalam Perang Shiffin, Al-Hadid bercerita, "Di tengah-tengah perang yang berkecamuk, Ali masih mendirikan salat. Sesudah salat, ia membaca wirid. Dalam kesibukan perangnya, ia tak meninggalkan wiridnya padahal anak panah melintas di antara kedua belah tangan dan di antara kedua daun telinganya."
Banyak hadis meriwayatkan kehidupan Imam Ali yang teramat sederhana. Ali bekerja keras membanting tulang untuk nafkah keluarganya. Istrinya, Fathimah, setiap hari menggiling gandum sampai melepuh tangannya. Suatu saat, setelah memenangkan sebuah peperangan, kaum muslimin memiliki banyak tawanan perang. Fathimah berkata pada Ali, "Bagaimana jika kita meminta salah seorang tawanan kepada Rasulullah untuk menjadi pembantu kita?" Imam Ali enggan menyampaikan permohonan ini pada Rasulullah karena merasa sangat malu. Ia meminta Fathimahlah yang memintakan hal itu.
Pergilah Fathimah menemui Rasulullah saw. Begitu ia berada di hadapan Nabi yang mulia, Fathimah tak kuasa menyampaikan maksudnya. Ia pulang lagi ke rumahnya. Imam Ali lalu pergi untuk menyampaikan hal itu dan ia pun tak kuasa mengutarakan keinginan itu dan kembali lagi. Akhirnya keduanya memutuskan untuk pergi bersama-sama ke tempat Rasulullah. Disampaikanlah hajat itu tapi Rasulullah tak menjawab permintaan mereka. Keduanya pulang dengan perasaan malu dan takut akan kemurkaan Rasulullah.
Malam harinya Nabi datang ke rumah Ali. Nabi menyaksikan Ali hanya berselimutkan sarung yang amat pendek padahal malam teramat dingin. Jika selimut itu ditarik ke atas, terbukalah bagian bawah dan jika selimut itu ditarik ke bawah, terbukalah bagian atas. Rasulullah terharu melihat kesederhanaan Ali. Ia berkata kepada keluarga mulia itu, "Maukah kalian aku berikan pembantu yang lebih baik dari seluruh isi langit dan bumi?"
Rasulullah saw kemudian memberikan wirid untuk dibacakan oleh keluarganya itu seusai salat. Wirid itu berisi 33 kali tasbih, tahmid, dan takbir.Begitu setianya Imam Ali dengan wiridnya itu, ia tak pernah meninggalkannya bahkan saat perang sekali pun. Ia melazimkannya dalam setiap keadaan. Di masa kekuasaan Muawiyah, karena kebencian Muawiyah pada Imam Ali, para khatib Jumat diperintahkan untuk mengakhiri setiap khutbahnya dengan kecaman kepada Ali. Cacian dan makian ini berlangsung selama hampir puluhan tahun. Ketika Umar bin Abdul Aziz berkuasa, perintah ini dihapuskan. Namun meskipun Muawiyah begitu membenci Ali, ia harus mengakui keutamaan sifat-sifat Ali.
Suatu saat, Darar bin Dhamrah Al-Khazani diminta Muawiyah untuk bercerita tentang Imam Ali kw. Ia tak mau memenuhi permintaan itu. Ia takut, bila ia menceritakan keadaan Ali apa adanya, ia akan dianggap sebagai orang yang mengutamakan Ali, dan ia akan dihukum. Oleh sebab itu Darar hanya berkata, "Ampunilah aku, wahai Amirul Mukminin! Jangan perintahkan aku untuk mengungkapkan hal itu. Perintahkan aku untuk melakukan hal lain saja." "Tidak," ujar Muawiyah, "aku takkan mengampunimu." Akhirnya Darar bercerita tentang Ali dalam bahasa Arab yang teramat indah. Terjemahannya sebagai berikut:"Ali adalah seorang yang cerdik cendekia dan gagah perkasa. Ia berbicara dengan jernih dan menghukum dengan adil. Ilmu memancar dari kedalaman dirinya dan hikmah keluar dari sela-sela ucapannya. Ia mengasingkan diri dari dunia dengan segala keindahannya untuk kemudian bertemankan malam dengan seluruh kegelapannya, di sisi Allah. Air matanya senantiasa mengalir dan hatinya selalu tenggelam dalam pikiran. Ia sering membolak-balikkan tangannya dan berdialog dengan dirinya. Ia senang dengan pakaian yang sederhana dan makanan yang keras."
"Demi Allah, ia dekat kepada kami dan kami senang berdekatan dengannya. Ia menjawab bila kami bertanya. Namun betapa pun ia dekat dengan kami, kami tak sanggup menegurnya karena kewibawaannya. Jika tersenyum, giginya tampak bagai untaian mutiara. Ia memuliakan para ahli agama dan mencintai orang miskin. Orang kuat tak berdaya di hadapannya karena keadilannya sementara orang yang lemah tak putus asa di sisinya."
"Aku bersaksi demi Allah, aku sering melihatnya berada di mihrab pada sebagian tempat ibadatnya. Malam telah menurunkan tirainya dan gemintang tak tenggelam, saat itu ia memegang janggutnya dan merintih dengan rintihan orang yang sakit. Ia menangis dengan tangisan orang yang menderita. Seakan-akan kudengar jeritannya Ya Rabbana, ya Rabbana....."
"Ia menggigil di hadapan kekasihnya lalu berkata pada dunia: Kepadaku kau datang mencumbu. Kepadaku kau merayu. Enyahlah dan pergi! Tipulah orang selain aku. Aku telah menjatuhkan talak tiga kepadamu. Usiamu pendek, posisimu rendah. Betapa sedikitnya bekal dan betapa jauhnya perjalanan, dan betapa sepinya perantauan."
Muawiyah mendengar Darar yang bercerita dengan penuh perasaan. Meskipun ia amat membenci Ali, tapi ia tak kuasa menahan tangisan begitu mendengar penuturan Darar. Pada kesempatan lain, Darar pernah ditanya, "Bagaimana kerinduanmu kepada Ali?" Darar menjawab, "Aku rindu kepadanya seperti kerinduan seorang perempuan yang kekasihnya disembelih di pangkuannya. Air matanya takkan pernah kering, dukanya panjang dan takkan pernah usai."
Imam Ali selalu mengisi malamnya dengan tangisan dan orang-orang yang mengenalnya akan mengisi kisah Ali dengan tangisan pula. Dalam tasawuf, menangis termasuk salah satu hal yang harus dilatih. Imam Ali berkata, "Salah satu ciri orang yang celaka adalah ia yang memiliki hati yang keras. Dan ciri hati yang keras adalah hati yang sukar menangis." Nabi saw bersabda, "Jika engkau membaca Al-Quran, menangislah. Jika tidak bisa, berusahalah agar engkau menangis."
Pada salah satu doanya yang teramat indah, Imam Ali memohon :
"Tuhanku, berilah daku kesempurnaan ikatan kepada-Mu. Sinarilah bashirah ; hati kami dengan cahaya karena melihat-Mu sehingga kalbu kami menorehkan tirai cahaya dan sampailah ia pada sumber kebesaran; arwah kami terikat pada keagungan kesucian-Mu. Air mata tidak mengering kecuali karena hati yang keras dan hati takkan keras kecuali karena banyaknya dosa."
"Aku bersaksi demi Allah, aku sering melihatnya berada di mihrab pada sebagian tempat ibadatnya. Malam telah menurunkan tirainya dan gemintang tak tenggelam, saat itu ia memegang janggutnya dan merintih dengan rintihan orang yang sakit. Ia menangis dengan tangisan orang yang menderita. Seakan-akan kudengar jeritannya Ya Rabbana, ya Rabbana....."
"Ia menggigil di hadapan kekasihnya lalu berkata pada dunia: Kepadaku kau datang mencumbu. Kepadaku kau merayu. Enyahlah dan pergi! Tipulah orang selain aku. Aku telah menjatuhkan talak tiga kepadamu. Usiamu pendek, posisimu rendah. Betapa sedikitnya bekal dan betapa jauhnya perjalanan, dan betapa sepinya perantauan."
Muawiyah mendengar Darar yang bercerita dengan penuh perasaan. Meskipun ia amat membenci Ali, tapi ia tak kuasa menahan tangisan begitu mendengar penuturan Darar. Pada kesempatan lain, Darar pernah ditanya, "Bagaimana kerinduanmu kepada Ali?" Darar menjawab, "Aku rindu kepadanya seperti kerinduan seorang perempuan yang kekasihnya disembelih di pangkuannya. Air matanya takkan pernah kering, dukanya panjang dan takkan pernah usai."
Imam Ali selalu mengisi malamnya dengan tangisan dan orang-orang yang mengenalnya akan mengisi kisah Ali dengan tangisan pula. Dalam tasawuf, menangis termasuk salah satu hal yang harus dilatih. Imam Ali berkata, "Salah satu ciri orang yang celaka adalah ia yang memiliki hati yang keras. Dan ciri hati yang keras adalah hati yang sukar menangis." Nabi saw bersabda, "Jika engkau membaca Al-Quran, menangislah. Jika tidak bisa, berusahalah agar engkau menangis."
Pada salah satu doanya yang teramat indah, Imam Ali memohon :
"Tuhanku, berilah daku kesempurnaan ikatan kepada-Mu. Sinarilah bashirah ; hati kami dengan cahaya karena melihat-Mu sehingga kalbu kami menorehkan tirai cahaya dan sampailah ia pada sumber kebesaran; arwah kami terikat pada keagungan kesucian-Mu. Air mata tidak mengering kecuali karena hati yang keras dan hati takkan keras kecuali karena banyaknya dosa."
Belia Kufah Pembawa Pesan Ukhuwah
Lebih dari seribu tahun yang lalu di perbatasan Basrah berhenti sebuah kafilah pasukan para sahabat Nabi yang mulia, Kuda-kuda ditambatkan. pejalan-pejalan kaki diistirahatkan. tapi, lihat apa yang dilakukan sang Komandan, ia turun dari kudanya berdiri menghadap Ka'bah yang berada di seberang sahara. Ia mengangkat tangannya berkali-kali ..Allahu Akbar Allahu Akbar.. duduk dan berdiri, rukuk dan sujud.
Ia rebahkan pipinya air mata mengalir membasahi pasir yang kering dalam desah nafas dan isakan kepedihan
"Ya Allah Pemelihara langit dan yang dinaunginya pemelihara bumi dan yang ditumbuhkannya Pemilik Arasy yang Agung. Inilah Basrah, kumohon kebaikan kota ini, lindungi aku dari kejelekannya, masukkan aku ke tempat yang baik. Bukankah Engkau sebaik-baiknya yang menempatkan orang. Ya Allah Mereka berontak kepadaku, mereka tentang aku Mereka putuskan bai'at kepadaku. Ya Allah Peliharalah darah kaum Muslimin."
Ali bin Abi Thalib bukan komandan baru pasukan mukminin. Di Badar, Uhud, Khaibar dan lain-lain ia tak pernah ragu dalam menyerbu ia tak pernah mundur, karrar ghair farrar.
Di setiap pertempuran tubuhnya penuh luka sayatan pedang, ia tidak pernah menangis, ia tegar kekar sebagai Haidar Sang Singa.
Tapi kini ia menangis ia pandangi Basrah seakan melihat Kota Musibah, ia gumamkan kata-kata duka "Tuhan, peliharalah darah kaum muslimin."
Pasukan pembangkang datang dengan gemerincing tombak dan pedang. Ali berdiri mematung pedangnya bergantung, ia tidak segera menyambut musuh, Ali yang tegar kini ragu dan lesu "Temui mereka ajak bersatu kembali hindari pertumpahan darah," katanya kepada Abdullah bin Abbas.
Ke tengah-tengah musuh yang meradang Ali meneriakkan pesan perdamaian Ia mengangkat Al-Qur'an memandangi pengikutnya, dan air mata itu masih menggelegak di pelupuk matanya,
"Adakah di antara kalian yang mau membawa mushaf ini ke tengah-tengah mereka Sampaikan pesan perdamaian atas nama Al-Qur'an. Jika pedang memotong tangannya yang satu peganglah Al-Qur'an dengan tangan yang lain, jika tangan itupun terpotong gigit Al-Qur'an dengan gigi-giginya sampai ia terbunuh Sampaikan pesan perdamaian atas nama Al-Qur'an"
Seorang pemuda Kufah bangkit menawarkan dirinya dengan kepolosan remaja belia. Ali yang tegar kini ragu dan lesu, ia mencari yang lebih tua tetapi tidak ada. Ia serahkan Al-Qur'an ke tangan yang lembut dan indah "Bawalah Al-Qur'an ini ke tengah-tengah mereka Sampaikan pesan perdamaian atas nama Al-Qur'an, katakan jangan tumpahkan darah kami dan darah kalian."
Ia melejit ke depan musuh mengangkat Al-Qur'an dengan kedua tangannya "Atas nama Al-Qur'an pelihara darah kami dan darah kalian." Di depan pasukan demi pasukan ia mengangkat Al-Qur'an"Atas nama Al-Qur'an pelihara darah kami dan darah kalian."
Pedang menebas tangan kanannya ia angkat Al-Qur'an dengan tangan kirinya "Atas nama Al-Qur'an pelihara darah kami dan darah kalian."Pedang menebas tangan kirinya ia ambil Al-Qur'an dengan gigi-giginya Matanya yang jernih masih menyorotkan pesan perdamaian atas nama Al-Qur'an Dagunya diangkat ke atas dan darah menyiram seluruh tubuhnya, pedang menebas lehernya, darah membasahi tubuhnya, Al-Qur'an dan tanah di bawahnya. Pejuang perdamaian dan ukhuwah terbujur bersimbah darah Ali menggumamkan doa pilu di sampingnya "Ah, sampai juga saatnya kita harus berperang."
Sejak itu, abad demi abad kaum muslimin dicabik-cabik perpecahan, bahkan tak jarang darah dengan sia-sia ditumpahkan..
Lebih dari seribu tahun yang lalu di perbatasan Basrah berhenti sebuah kafilah pasukan para sahabat Nabi yang mulia, Kuda-kuda ditambatkan. pejalan-pejalan kaki diistirahatkan. tapi, lihat apa yang dilakukan sang Komandan, ia turun dari kudanya berdiri menghadap Ka'bah yang berada di seberang sahara. Ia mengangkat tangannya berkali-kali ..Allahu Akbar Allahu Akbar.. duduk dan berdiri, rukuk dan sujud.
Ia rebahkan pipinya air mata mengalir membasahi pasir yang kering dalam desah nafas dan isakan kepedihan
"Ya Allah Pemelihara langit dan yang dinaunginya pemelihara bumi dan yang ditumbuhkannya Pemilik Arasy yang Agung. Inilah Basrah, kumohon kebaikan kota ini, lindungi aku dari kejelekannya, masukkan aku ke tempat yang baik. Bukankah Engkau sebaik-baiknya yang menempatkan orang. Ya Allah Mereka berontak kepadaku, mereka tentang aku Mereka putuskan bai'at kepadaku. Ya Allah Peliharalah darah kaum Muslimin."
Ali bin Abi Thalib bukan komandan baru pasukan mukminin. Di Badar, Uhud, Khaibar dan lain-lain ia tak pernah ragu dalam menyerbu ia tak pernah mundur, karrar ghair farrar.
Di setiap pertempuran tubuhnya penuh luka sayatan pedang, ia tidak pernah menangis, ia tegar kekar sebagai Haidar Sang Singa.
Tapi kini ia menangis ia pandangi Basrah seakan melihat Kota Musibah, ia gumamkan kata-kata duka "Tuhan, peliharalah darah kaum muslimin."
Pasukan pembangkang datang dengan gemerincing tombak dan pedang. Ali berdiri mematung pedangnya bergantung, ia tidak segera menyambut musuh, Ali yang tegar kini ragu dan lesu "Temui mereka ajak bersatu kembali hindari pertumpahan darah," katanya kepada Abdullah bin Abbas.
Ke tengah-tengah musuh yang meradang Ali meneriakkan pesan perdamaian Ia mengangkat Al-Qur'an memandangi pengikutnya, dan air mata itu masih menggelegak di pelupuk matanya,
"Adakah di antara kalian yang mau membawa mushaf ini ke tengah-tengah mereka Sampaikan pesan perdamaian atas nama Al-Qur'an. Jika pedang memotong tangannya yang satu peganglah Al-Qur'an dengan tangan yang lain, jika tangan itupun terpotong gigit Al-Qur'an dengan gigi-giginya sampai ia terbunuh Sampaikan pesan perdamaian atas nama Al-Qur'an"
Seorang pemuda Kufah bangkit menawarkan dirinya dengan kepolosan remaja belia. Ali yang tegar kini ragu dan lesu, ia mencari yang lebih tua tetapi tidak ada. Ia serahkan Al-Qur'an ke tangan yang lembut dan indah "Bawalah Al-Qur'an ini ke tengah-tengah mereka Sampaikan pesan perdamaian atas nama Al-Qur'an, katakan jangan tumpahkan darah kami dan darah kalian."
Ia melejit ke depan musuh mengangkat Al-Qur'an dengan kedua tangannya "Atas nama Al-Qur'an pelihara darah kami dan darah kalian." Di depan pasukan demi pasukan ia mengangkat Al-Qur'an"Atas nama Al-Qur'an pelihara darah kami dan darah kalian."
Pedang menebas tangan kanannya ia angkat Al-Qur'an dengan tangan kirinya "Atas nama Al-Qur'an pelihara darah kami dan darah kalian."Pedang menebas tangan kirinya ia ambil Al-Qur'an dengan gigi-giginya Matanya yang jernih masih menyorotkan pesan perdamaian atas nama Al-Qur'an Dagunya diangkat ke atas dan darah menyiram seluruh tubuhnya, pedang menebas lehernya, darah membasahi tubuhnya, Al-Qur'an dan tanah di bawahnya. Pejuang perdamaian dan ukhuwah terbujur bersimbah darah Ali menggumamkan doa pilu di sampingnya "Ah, sampai juga saatnya kita harus berperang."
Sejak itu, abad demi abad kaum muslimin dicabik-cabik perpecahan, bahkan tak jarang darah dengan sia-sia ditumpahkan..
SELASA, 20 MEI 2008
Kisah Imam Ali & Sayyidina Umar
Pada masa pemerintahan Umar bin Khathab,. terjadilah suatu peristiwa yang menyangkut diri seorang wanita. Wanita itu didapati melahirkan anak, padahal, menurut pengakuannya, ia baru hamil 6 bulan.
Mendengar, penutuan itu, Umar tidak percaya begitusaja. Umar berpendapat bahwa wanita tersebut pasti telah berbohong.
“Mana mungkin orang yang baru menikah melahirkan anak dari kandungan yang berumur 6 bulan?” begitu ia berfikir, barangkali Karenanya, Umar berpendapat bahwa wanita tersebut pastilah telah hamil terlebih dahulu sebelum menikah, alias telah berzinah. Atas dasar pertimbangan itu, Khalifah memutuskan untuk menghukum rajam wanita tersebut.
Sebelum hukuman dilaksanakan, Imam Ali yang secara kebetulan sedang lewat, menghentikan langkahnya karena melihat orang-orang sedang berkerumun, termasuk didalamnya adalah Umar. Kepada Imam Ali diceritakanlah kasus yang terjadi.
Mendengar penuturan Umar, Imam Ali kemudian berkata: “Astaga…apakah engkau akan menentang firman Allah yang berkata:”Ibunya mengandung dan menyusui selama tiga puluh bulan.’ Pada ayat lain Allah berfirman: ‘Dan hendaklah para ibu itu menyusui anaknya dua tahun lamanya, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusunan.”
Kalau mengandung dan menyusui adalah tiga puluh bulan, sedang menyusui saja adalah dua tahun, alias dua puluh empat bulan, maka orang yang melahirkan anak dengan usia kandungan enam bulan adalah mungkin terjadi berdasarkan firman Allah tersebut, yakni tiga puluh dikurangi dua puluh empat bulan. Sungguh tepat sekali usia kandungan wanita itu!”
Semua yang hadir tertegun mendengar penuturan Imam Ali tersebut. Mereka merasa lega karena belum sampai menjatuhkan hukuman secara salah. Umar sendiri menjadi orang yang paling lega karena terhindar dari kesalahan yang besar. Dan wanita itu pun dibebaskan.
Mendengar, penutuan itu, Umar tidak percaya begitusaja. Umar berpendapat bahwa wanita tersebut pasti telah berbohong.
“Mana mungkin orang yang baru menikah melahirkan anak dari kandungan yang berumur 6 bulan?” begitu ia berfikir, barangkali Karenanya, Umar berpendapat bahwa wanita tersebut pastilah telah hamil terlebih dahulu sebelum menikah, alias telah berzinah. Atas dasar pertimbangan itu, Khalifah memutuskan untuk menghukum rajam wanita tersebut.
Sebelum hukuman dilaksanakan, Imam Ali yang secara kebetulan sedang lewat, menghentikan langkahnya karena melihat orang-orang sedang berkerumun, termasuk didalamnya adalah Umar. Kepada Imam Ali diceritakanlah kasus yang terjadi.
Mendengar penuturan Umar, Imam Ali kemudian berkata: “Astaga…apakah engkau akan menentang firman Allah yang berkata:”Ibunya mengandung dan menyusui selama tiga puluh bulan.’ Pada ayat lain Allah berfirman: ‘Dan hendaklah para ibu itu menyusui anaknya dua tahun lamanya, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusunan.”
Kalau mengandung dan menyusui adalah tiga puluh bulan, sedang menyusui saja adalah dua tahun, alias dua puluh empat bulan, maka orang yang melahirkan anak dengan usia kandungan enam bulan adalah mungkin terjadi berdasarkan firman Allah tersebut, yakni tiga puluh dikurangi dua puluh empat bulan. Sungguh tepat sekali usia kandungan wanita itu!”
Semua yang hadir tertegun mendengar penuturan Imam Ali tersebut. Mereka merasa lega karena belum sampai menjatuhkan hukuman secara salah. Umar sendiri menjadi orang yang paling lega karena terhindar dari kesalahan yang besar. Dan wanita itu pun dibebaskan.
Kisah Imam Ali - Sang Ahli Matematika
Dua orang sehabat melakukan perjalanan bersama. Disuatu tempat, mereka berhenti untuk makan siang. Sambil duduk, mulailah masing-masing membuka bekalnya. Orang yang pertama membawa tiga potong roti, sedang orang yang kedua membawa lima potong roti.
Ketika keduanya telah siap untuk makan, tiba-tiba datang seorang musafir yang baru datang ini pun duduk bersama mereka.
“Mari, silakan, kita sedang bersiap-siap untuk makan siang,”kita salah seorang dari dua orang tadi.
“Aduh…saya tidak membawa bekal,” jawab musafir itu.
Maka mulailah mereka bertiga menyantap roti bersama-sama. Selesai makan, musafir tadi meletakkan uang delapan dirham di hadapan dua orang tersebut seraya berkata: “Biarkan uang ini sebagai pengganti roti yang aku makan tadi.” Belum lagi mendapat jawaban dari pemilik roti itu, si musafir telah minta diri untuk melanjutkan perjalanannya lebih dahulu.
Sepeninggal si musafir, dua orang sahabat itu pun mulai akan membagi uang yang diberikan.
“Baiklah, uang ini kita bagi saja,” kata si empunya lima roti.
“Aku setuju,”jawab sahabatnya.
“Karena aku membawa lima roti, maka aku mendapat lima dirham, sedang bagianmu adalah tiga dirham.
“Ah, mana bisa begitu. Karena dia tidak meninggalkan pesan apa-apa, maka kita bagi sama, masing-masing empat dirham.”
“Itu tidak adil. Aku membawa roti lebih banyak, maka aku mendapat bagian lebih banyak”
“Jangan begitu dong…”
Alhasil, kedua orang itu saling berbantah. Mereka tidak berhasil mencapai kesepakatan tentang pembagian tersebut. Maka, mereka bermaksud menghadap Imam Ali bin Abi Thalib r.a. untuk meminta pendapat.
Di hadapan Imam Ali, keduanya bercerita tentang masalah yang mereka hadapi. Imam Ali mendengarkannya dengan seksama. Setelah orang itu selesai berbicara, Imam Ali kemudian berkata kepada orang yang mempunyai tiga roti: “Terima sajalah pemberian sahabatmu yang tiga dirham itu!”
“Tidak! Aku tak mau menerimanya. Aku ingin mendapat penyelesaian yang seadil-adilnya, “Jawab orang itu.
“Kalau engkau bermaksud membaginya secara benar, maka bagianmu hanya satu dirham!” kata Imam Ali lagi.
“Hah…? Bagaimana engkau ini, kiranya.
Sahabatku ini akan memberikan tiga dirham dan aku menolaknya. Tetapi kini engkau berkata bahwa hak-ku hanya satu dirham?”
“Bukankah engkau menginginkan penyelesaian yang adil dan benar?”
“Ya”
“Kalau begitu, bagianmu adalah satu dirham!”
“Bagaimana bisa begitu?” Orang itu bertanya.
Imam Ali menggeser duduknya. Sejenak kemudian ia berkata:”Mari kita lihat. Engkau membawa tiga potong roti dan sahabatmu ini membawa lima potong roti.”
“Benar.”jawab keduanya.
“Kalian makan roti bertiga, dengan si musafir.”
‘Benar”
“Adakah kalian tahu, siapa yang makan lebih banyak?”
“Tidak.”
“Kalau begitu, kita anggap bahwa setiap orang makan dalam jumlah yang sama banyak.”
“Setuju, “jawab keduanya serempak.
“Roti kalian yang delapan potong itu, masing-masingnya kita bagi menjadi tiga bagian. Dengan demikian, kita mempunyai dua puluh empat potong roti, bukan?” tanya Imam Ali.
“Benar,”jawab keduanya.
“Masing-masing dari kalian makan sama banyak, sehingga setiap orang berarti telah makan sebanyak delapan potong, karena kalian bertiga.”
“Benar.”
“Nah…orang yang membawa lima roti, telah dipotong menjadi tiga bagian mempunyai lima belas potong roti, sedang yang membawa tiga roti berarti mempunyai sembilan potong setelah dibagi menjadi tiga bagian, bukankah begitu?”
“Benar, jawab keduanya, lagi-lagi dengan serempak.
“si empunya lima belas potong roti makan untuk dirinya delapan roti, sehingga ia mempunyai sisa tujuh potong lagi dan itu dimakan oleh musafir yang belakangan. Sedang si empunya sembilan potong roti, maka delapan potong untuk dirinya, sedang yang satu potong di makan oleh musafir tersebut. Dengan begitu, si musafir pun tepat makan delapan potong roti sebagaimana kalian berdua, bukan?”
Kedua orang yang dari tadi menyimak keterangan Imam Ali, tampak sedang mencerna ucapan Imam Ali tersebut. Sejenak kemudian mereka berkata:”Benar, kami mengerti.”
“Nah, uang yang diberikan oleh di musafir adalah delapan dirham, berarti tujuh dirham untuk si empunya lima roti sebab si musafir makan tujuh potong roti miliknya, dan satu dirham untuk si empunya tiga roti, sebab si musafir hanya makan satu potong roti dari milik orang itu”
“Alhamdulillah…Allahu Akbar,” kedua orang itu berucap hampir bersamaan. Mereka sangat mengagumi cara Imam Ali menyelesaikan masalah tersebut, sekaligus mengagumi dan mengakui keluasan ilmunya.
“Demi Allah, kini aku puas dan rela. Aku tidak akan mengambil lebih dari hak-ku, yakni satu dirham,” kata orang yang mengadukan hal tersebut, yakni si empunya tiga roti.
Kedua orang yang mengadu itu pun sama-sama merasa puas. Mereka berbahagia, karena mereka berhasil mendapatkan pemecahan secara benar, dan mendapat tambahan ilmu yang sangat berharga dari Imam Ali bin Abi Thalib as.
Ketika keduanya telah siap untuk makan, tiba-tiba datang seorang musafir yang baru datang ini pun duduk bersama mereka.
“Mari, silakan, kita sedang bersiap-siap untuk makan siang,”kita salah seorang dari dua orang tadi.
“Aduh…saya tidak membawa bekal,” jawab musafir itu.
Maka mulailah mereka bertiga menyantap roti bersama-sama. Selesai makan, musafir tadi meletakkan uang delapan dirham di hadapan dua orang tersebut seraya berkata: “Biarkan uang ini sebagai pengganti roti yang aku makan tadi.” Belum lagi mendapat jawaban dari pemilik roti itu, si musafir telah minta diri untuk melanjutkan perjalanannya lebih dahulu.
Sepeninggal si musafir, dua orang sahabat itu pun mulai akan membagi uang yang diberikan.
“Baiklah, uang ini kita bagi saja,” kata si empunya lima roti.
“Aku setuju,”jawab sahabatnya.
“Karena aku membawa lima roti, maka aku mendapat lima dirham, sedang bagianmu adalah tiga dirham.
“Ah, mana bisa begitu. Karena dia tidak meninggalkan pesan apa-apa, maka kita bagi sama, masing-masing empat dirham.”
“Itu tidak adil. Aku membawa roti lebih banyak, maka aku mendapat bagian lebih banyak”
“Jangan begitu dong…”
Alhasil, kedua orang itu saling berbantah. Mereka tidak berhasil mencapai kesepakatan tentang pembagian tersebut. Maka, mereka bermaksud menghadap Imam Ali bin Abi Thalib r.a. untuk meminta pendapat.
Di hadapan Imam Ali, keduanya bercerita tentang masalah yang mereka hadapi. Imam Ali mendengarkannya dengan seksama. Setelah orang itu selesai berbicara, Imam Ali kemudian berkata kepada orang yang mempunyai tiga roti: “Terima sajalah pemberian sahabatmu yang tiga dirham itu!”
“Tidak! Aku tak mau menerimanya. Aku ingin mendapat penyelesaian yang seadil-adilnya, “Jawab orang itu.
“Kalau engkau bermaksud membaginya secara benar, maka bagianmu hanya satu dirham!” kata Imam Ali lagi.
“Hah…? Bagaimana engkau ini, kiranya.
Sahabatku ini akan memberikan tiga dirham dan aku menolaknya. Tetapi kini engkau berkata bahwa hak-ku hanya satu dirham?”
“Bukankah engkau menginginkan penyelesaian yang adil dan benar?”
“Ya”
“Kalau begitu, bagianmu adalah satu dirham!”
“Bagaimana bisa begitu?” Orang itu bertanya.
Imam Ali menggeser duduknya. Sejenak kemudian ia berkata:”Mari kita lihat. Engkau membawa tiga potong roti dan sahabatmu ini membawa lima potong roti.”
“Benar.”jawab keduanya.
“Kalian makan roti bertiga, dengan si musafir.”
‘Benar”
“Adakah kalian tahu, siapa yang makan lebih banyak?”
“Tidak.”
“Kalau begitu, kita anggap bahwa setiap orang makan dalam jumlah yang sama banyak.”
“Setuju, “jawab keduanya serempak.
“Roti kalian yang delapan potong itu, masing-masingnya kita bagi menjadi tiga bagian. Dengan demikian, kita mempunyai dua puluh empat potong roti, bukan?” tanya Imam Ali.
“Benar,”jawab keduanya.
“Masing-masing dari kalian makan sama banyak, sehingga setiap orang berarti telah makan sebanyak delapan potong, karena kalian bertiga.”
“Benar.”
“Nah…orang yang membawa lima roti, telah dipotong menjadi tiga bagian mempunyai lima belas potong roti, sedang yang membawa tiga roti berarti mempunyai sembilan potong setelah dibagi menjadi tiga bagian, bukankah begitu?”
“Benar, jawab keduanya, lagi-lagi dengan serempak.
“si empunya lima belas potong roti makan untuk dirinya delapan roti, sehingga ia mempunyai sisa tujuh potong lagi dan itu dimakan oleh musafir yang belakangan. Sedang si empunya sembilan potong roti, maka delapan potong untuk dirinya, sedang yang satu potong di makan oleh musafir tersebut. Dengan begitu, si musafir pun tepat makan delapan potong roti sebagaimana kalian berdua, bukan?”
Kedua orang yang dari tadi menyimak keterangan Imam Ali, tampak sedang mencerna ucapan Imam Ali tersebut. Sejenak kemudian mereka berkata:”Benar, kami mengerti.”
“Nah, uang yang diberikan oleh di musafir adalah delapan dirham, berarti tujuh dirham untuk si empunya lima roti sebab si musafir makan tujuh potong roti miliknya, dan satu dirham untuk si empunya tiga roti, sebab si musafir hanya makan satu potong roti dari milik orang itu”
“Alhamdulillah…Allahu Akbar,” kedua orang itu berucap hampir bersamaan. Mereka sangat mengagumi cara Imam Ali menyelesaikan masalah tersebut, sekaligus mengagumi dan mengakui keluasan ilmunya.
“Demi Allah, kini aku puas dan rela. Aku tidak akan mengambil lebih dari hak-ku, yakni satu dirham,” kata orang yang mengadukan hal tersebut, yakni si empunya tiga roti.
Kedua orang yang mengadu itu pun sama-sama merasa puas. Mereka berbahagia, karena mereka berhasil mendapatkan pemecahan secara benar, dan mendapat tambahan ilmu yang sangat berharga dari Imam Ali bin Abi Thalib as.
SELASA, 13 MEI 2008
Imam Ali Pemimpin Para Shiddiqin
Wejangan Spiritual Maulana Syaikh Ghauts Hasan
(Dikutip dari kitab "Irsyad 'ala Salikin - Bimbingan Bagi Para Penempuh Jalan Ruhani)
A’udzubillahi minasysyaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala Alihi Muhammad wa Ashabihil Akhyaar.
Allah Ta’ala Berfirman :
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”
(Qur’an surah an Nisaa ayat 69)
Secara garis besar, Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa seluruh maqam spiritual yang ada dikelompokkan menjadi empat golongan ; Yang pertama adalah maqam Nubuwwah (Kenabian), mereka adalah para Rasul dan Anbiya Alahimu Shalatu wa Salam yang diutus Allah kepada umat manusia untuk menyampaikan risalah-Nya, tidak ada seorangpun yang dapat mencapai maqam ini setelah Rasulullah Saww, karena beliau adalah Khatamul Anbiya’u wal Mursalin, beliau adalah penutup bagi maqam nubuwwah ; Yang kedua adalah maqam Shiddiqin, mereka adalah orang-orang yang selalu bersama kebenaran, mereka adalah pengikut setia daripada maqam Nubuwwah, merekalah orang-orang yang senantiasa ada pertama kali dalam mengikuti kebenaran, dan melalui merekalah kebenaran akan dikenali ; Yang ketiga adalah maqam Syuhada, mereka adalah orang-orang yang bersaksi akan kebenaran Allah Ta’ala, mereka mengarahkan pandangannya hanya kepada Nya. Tidak ada sesuatu yang mereka harapkan melebihi harapan mereka akan ridha Allah Ta’ala ; Yang keempat adalah maqam Shalihin, mereka adalah orang-orang terbaik dari umat manusia didalam ketaatan kepada Allah. Mereka senantiasa mengikuti petunjuk dan tuntunan dari orang-orang yang terdahulu didalam ketakwaan, mereka inilah yang menjadi permata dari hamba-hamba Allah.
Golongan umat Islam telah keliru menilai bahwa Sayyidina Abu Bakar adalah pemimpin shiddiqin, padahal sayyidina Abu Bakar sendiri berkata, “Aku bukanlah yang terbaik diantara kalian selama ada Ali bin Abi Thalib ditengah-tengah kalian.” Sesungguhnya Imam Ali kw adalah satu-satunya yang menyandang gelar pemimpin shiddiqin, tidak ada seorangpun yang melebihi Imam Ali diantara seluruh umat Rasulullah Muhammad Saww. Tidak ada seorangpun diantara umat Islam ini dapat menyamai atau melebihi derajat Ahlulbait Rasulullah Saww dalam kedudukan disisi-Nya, apalagi melebihi Imam Ali kw sebagai penghulu dari Ahlulbait. Hal ini adalah kebenaran yang tidak dapat dibantah, semua sahabat memiliki keutamaan masing-masing termasuk Sayyidina Abu Bakar, namun tidak ada seorangpunpun yang pantas untuk dibandingkan dengan Ahlulbait, karena Ahlulbait adalah sumber keutamaan. Mengenai hal ini Rasulullah Saww bersabda :
“Orang yang termasuk penghulu shiddiqin ada tiga. Pertama adalah Habib an Najjar, salah seorang keluarga Yasin yang beriman, yang mengatakan,”Wahai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu.” Yang kedua adalah Hizqil, salah seorang budak Fir’aun yang beriman yang mengatakan (Kepada Fir’aun), “Apakah engkau akan membunuh seseorang karena dia menyatakan Tuhanku adalah Allah?” Shiddiqin yang ketiga adalah Ali bin Abi Thalib, dia adalah yang terunggul diantara mereka semua.”
(HR. Ibnu Asakir ; Diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim dalam kitab “Al Marifah” dari Abu Laila, dengan tingkatan hadits hasan menurut persyaratan Bukhari dan Muslim ; Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibn an Najjar dari Abdullah bin Abbas)
Rasulullah Saww bersabda :
“Ada tiga orang dari tiga umat yang tidak pernah menyekutukan Allah sekejap matapun. Yaitu Ali bin Abi Thalib, Shahib Yasin, dan orang yang beriman dari kalangan keluarga Fir’aun. Mereka semua adalah para Shiddiqun ; Habib an Najjar “Mu’min” atau Shahib Yasin ; Hizqil yang beriman dari keluarga Fir’aun ; dan Ali bin Abi Thalib. Ali adalah yang paling utama diantara mereka.”
(Muhammad bin Yusuf al Kanji al Qurasyi dalam kitab “Kifayat al Thalib” bab. 24)
Dan karena hadits diataslah Imam Ali bin Abi Thalib kw pernah berkata, “Aku adalah Shiddiq al Akbar, siapapun selain aku tidak berhak mengatakan menyandang maqam ini.”
(HR. Ibnu Najjar dari Abdullah bin Abbas ; Abu Nu’aim dalam kitab “Al Marifah” dari Abu Laila ; Sayyid Ismail bin Mahdi al ghurbani al Hasani dalam kitab “Nafas ar Rahman fi ma li Ahbab Allah min ‘Uluww asy Syan”, Terbitan Mu’assasah Dar al Fikr, Abu Dhabi – Uni Emirat Arab, cetakan ke 4, Ramadhan 1410H / 1990 M)
Maqam shiddiqin adalah maqam yang sangat tinggi, inilah maqam tertinggi dibawah kenabian, sehingga diantara para waliyullah pun hanya sedikit orang yang berhak menyandang derajat ini. Shiddiq artinya benar, maka mereka yang termasuk dalam kelompok shiddiqin adalah orang-orang yang senantiasa benar setiap ucapan, bersitan hati, dan perbuatannya. Mereka tidak pernah berpaling dari kebenaran, dan selalu ada untuk menegakkan kebenaran. Dalam setiap jaman mereka dipimpin oleh “Shiddiq al Akbar”, dan shiddiq al Akbar untuk umat Rasulullah Muhammad Saww adalah Imam Ali kw. Tidak ada seorang waliyullah pun yang mendapatkan maqam kewalian, melainkan mereka memperolehnya karena berkah Imam Ali kw, karena beliaulah pemimpin para waliyullah, dan melalui beliaulah ilmu-ilmu Ilahiyyah mengalir kedalam hati para waliyullah, karena Imam Ali kw adalah “Babul ilmi,” gerbang dari samudera ilmu Rasulullah Saww.
Tidak diragukan lagi bahwa manusia paling agung diantara seluruh sahabat Rasulullah Saww adalah Imam Ali bin Abi Thalib kw. Beliau adalah orang yang tidak pernah menyembah berhala, beliau laki-laki yang paling pertama beriman kepada Allah dan Rasulullah Saww, beliau yang pertama kali melaksanakan shalat bersama Rasulullah Saww, beliau orang yang tidak pernah merasakan khamr, beliaulah satu-satunya orang yang lahir didalam Ka’bah, darah adalah hal yang najis, namun darah Imam Ali kw adalah darah yang suci, sehingga Allah mengijinkan beliau lahir didalam Baitullah. Imam Ali kw adalah orang yang rela mengorbankan nyawanya menggantikan Rasulullah Saww ketika hijrah. Beliau adalah lulusan terbaik dari madrasah Nubuwwah, yang dididik semenjak kecil oleh Rasulullah Saww. Sehingga beliau Saww bersabda tentang Imam Ali kw :
“Kalau keimanan Ali dan keimanan umatku ditimbang, tentu keimanan Ali lebih berat dari keimanan (seluruh) umatku hingga hari kiamat.”
(HR. Ahmad didalam Al Musnad ; Ibnu Maghazali didalam Al Manaqib ; al Khatib al Khawarizmi didalam kitab Al Manaqib ; al Hafidz Sulaiman al Qunduzi al Hanafi didalam kitab Yanabi al Mawaddah)
Diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, bahwa Rasulullah Saww bersabda :
“Kalau tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi diletakkan pada satu piringan timbangan, dan keimanan Ali diletakkan pada piringan timbangan yang lain, tentu keimanan Ali lebih berat.”
(Imam at Tsa’labi didalam kitab tafsirnya ; al Khawarizmi didalam kitab Al Manaqib ; Mir Sayyid Ali al Hamdani didalam Mawaddah al Qurba pada mawaddah ketujuh)
Rasulullah Saww bersabda kepada Imam Ali kw :“Engkaulah saudaraku, penerima wasiatku, pembantuku, ahli warisku, hakim bagi agamaku, dan penerus kepemimpinan sepeninggalku.”
(HR. Ahmad didalam kitab “Al Musnad” ; Ibnu al Maghazali asy Syafi’i didalam kitab “Al Manaqib” ; at Tsa’labi didalam kitab tafsirnya)
Jabir bin Abdullah al Anshari meriwayatkan bahwa ketika kaum muhajirin dan anshar berkumpul, Rasulullah Saww bersabda kepada Imam Ali ditengah-tengah hadirin :“Wahai Ali, kalau ada seseorang yang menyembah Allah dengan sungguh-sungguh beribadah, namun kemudian dia ragu-ragu kepadamu dan kepada Ahlulbaitmu karena kalian adalah manusia yang paling utama, maka orang itu berada didalam neraka.” Kemudian sebagian besar orang-orang yang ada di majelis itu mengucapkan istighfar kepada Allah Ta’ala, karena mereka mengira ada orang lain yang lebih utama dari Imam Ali kw.
(Allamah Mir Sayyid Ali al Hamdani didalam Mawaddah al Qurba pada mawaddah ketujuh ; Sayyid Ismail bin Mahdi al ghurbani al Hasani dalam kitab “Nafas ar Rahman fi ma li Ahbab Allah min ‘Uluww asy Syan”, Terbitan Mu’assasah Das al Fikr, Abu Dhabi – Uni Emirat Arab, cetakan ke 4, Ramadhan 1410H / 1990 M)
Rasulullah Saww bersabda :“Ali adalah manusia yang terbaik, barangsiapa yang menolaknya (Dalam riwayat lain siapa yang meragukannya) maka dia benar-benar kafir.”
(al Muttaqi dalam kitab Kanzul Ummal juz.6, hal.159 dari Imam Ali, Abdullah bin Abbas, Ibnu Mas’ud, dan Jabir bin Abdullah ; Jalaluddin al Suyuthi dalam kitab al Jami ash Shagir juz.2, hal. 20-21 ; Allamah al Kanzi al Syafi’i dalam kitab Kifayat al Thalib bab.62, hal.119 cetakan al Ghur, th.1356H dari Imam Ali, Aisyah, Hudzaifah, Jabir bin Abdullah, dan Atha ; Al Hafizh Ibnu Asakir dalam kitab tarikh juz.50 ; Abu Khatib didalam Tarikh Baghdad)
Para waliyullah memperoleh derajat kewalian karena berkah Imam Ali kw, begitupun para sahabat memperoleh kemuliaan karena mengikuti Imam Ali. Sayyidina Umar bin Khattab mengatakan, “Kalau tidak ada Ali niscaya Umar celaka, kalau tidak ada Ali niscaya Umar binasa.”Sayyidina Umar disebut al Faruq oleh para sahabat lain karena dia mengikuti Imam Ali kw yang merupakan “Al Faruq al Azham”(Pembeda yang agung) mengenai hal ini Rasulullah Saww bersabda :
“Sepeninggalku akan terjadi fitnah. Jika itu terjadi, maka berpeganglah kepada Ali bin Abi Thalib. Dialah orang yang pertama melihatku, dialah yang pertama menyalamiku pada hari kiamat, dia bersamaku dilangit yang tinggi, dialah al Faruq al Azham yang menjadi pembeda antara kebenaran dengan kebatilan.”
(Al Hafidz Sulaiman al Qunduzi al Hanafi dalam kitab Yanabi al Mawaddah bab.56 yang meriwayatkan dari kitab al Sa’bin fi Fadhail Amir al Mukminin hadits no.12 dari Abu Dzar al Ghiffari ; Allamah al Kanzi al Syafi’i dalam kitab Kifayat al Thalib bab.44 dari Abu Laila al Ghifari dan Abdullah bin Abbas, menurutnya hadits ini hasan ali ; Allamah Mir Sayyid Ali al Hamdani didalam Mawaddah al Qurba pasal 6 dari Abu Laila al Ghifari)
Imam Ali kw adalah salah seorang manusia suci yang dijaga dan dipelihara oleh Allah Ta’ala dengan Firman Nya :
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
(Qur’an surah al Ahzab ayat 33)
“Alhamdulillahiladzii ja’alana minal mutamasikiina bi wilayati Ali”
Segala puji dan syukur kepada Allah yang telah mengelompokkan kita sebagai pengikut Imam Ali bin Abi Thalib kw, beliaulah Syaikh kedua didalam silsilah thariqah Hasan wa Husein yang diberkahi ini. Karena itu sudah sepatutnya kita merasa bangga akan hal ini, kemudian kita semua harus bersungguh-sungguh didalam mengikuti dan meneladani setiap jejak langkah beliau. Karena setiap murid thariqah ini yang bersungguh-sungguh didalam ketaatan dan kecintaan kepada Allah, Rasulullah dan Ahlulbaitnya – Alaihimu Shalatu wa Salam – kelak di yaumil akhir akan berada pada mimbar-mimbar cahaya bersama dengan mereka semua.
Wa minAllahu at taufik, wa salallahu ala Sayyidina Muhammad wa alihi wasallam
Alhamdulillahirabbil alamin.
A’udzubillahi minasysyaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala Alihi Muhammad wa Ashabihil Akhyaar.
Allah Ta’ala Berfirman :
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”
(Qur’an surah an Nisaa ayat 69)
Secara garis besar, Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa seluruh maqam spiritual yang ada dikelompokkan menjadi empat golongan ; Yang pertama adalah maqam Nubuwwah (Kenabian), mereka adalah para Rasul dan Anbiya Alahimu Shalatu wa Salam yang diutus Allah kepada umat manusia untuk menyampaikan risalah-Nya, tidak ada seorangpun yang dapat mencapai maqam ini setelah Rasulullah Saww, karena beliau adalah Khatamul Anbiya’u wal Mursalin, beliau adalah penutup bagi maqam nubuwwah ; Yang kedua adalah maqam Shiddiqin, mereka adalah orang-orang yang selalu bersama kebenaran, mereka adalah pengikut setia daripada maqam Nubuwwah, merekalah orang-orang yang senantiasa ada pertama kali dalam mengikuti kebenaran, dan melalui merekalah kebenaran akan dikenali ; Yang ketiga adalah maqam Syuhada, mereka adalah orang-orang yang bersaksi akan kebenaran Allah Ta’ala, mereka mengarahkan pandangannya hanya kepada Nya. Tidak ada sesuatu yang mereka harapkan melebihi harapan mereka akan ridha Allah Ta’ala ; Yang keempat adalah maqam Shalihin, mereka adalah orang-orang terbaik dari umat manusia didalam ketaatan kepada Allah. Mereka senantiasa mengikuti petunjuk dan tuntunan dari orang-orang yang terdahulu didalam ketakwaan, mereka inilah yang menjadi permata dari hamba-hamba Allah.
Golongan umat Islam telah keliru menilai bahwa Sayyidina Abu Bakar adalah pemimpin shiddiqin, padahal sayyidina Abu Bakar sendiri berkata, “Aku bukanlah yang terbaik diantara kalian selama ada Ali bin Abi Thalib ditengah-tengah kalian.” Sesungguhnya Imam Ali kw adalah satu-satunya yang menyandang gelar pemimpin shiddiqin, tidak ada seorangpun yang melebihi Imam Ali diantara seluruh umat Rasulullah Muhammad Saww. Tidak ada seorangpun diantara umat Islam ini dapat menyamai atau melebihi derajat Ahlulbait Rasulullah Saww dalam kedudukan disisi-Nya, apalagi melebihi Imam Ali kw sebagai penghulu dari Ahlulbait. Hal ini adalah kebenaran yang tidak dapat dibantah, semua sahabat memiliki keutamaan masing-masing termasuk Sayyidina Abu Bakar, namun tidak ada seorangpunpun yang pantas untuk dibandingkan dengan Ahlulbait, karena Ahlulbait adalah sumber keutamaan. Mengenai hal ini Rasulullah Saww bersabda :
“Orang yang termasuk penghulu shiddiqin ada tiga. Pertama adalah Habib an Najjar, salah seorang keluarga Yasin yang beriman, yang mengatakan,”Wahai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu.” Yang kedua adalah Hizqil, salah seorang budak Fir’aun yang beriman yang mengatakan (Kepada Fir’aun), “Apakah engkau akan membunuh seseorang karena dia menyatakan Tuhanku adalah Allah?” Shiddiqin yang ketiga adalah Ali bin Abi Thalib, dia adalah yang terunggul diantara mereka semua.”
(HR. Ibnu Asakir ; Diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim dalam kitab “Al Marifah” dari Abu Laila, dengan tingkatan hadits hasan menurut persyaratan Bukhari dan Muslim ; Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibn an Najjar dari Abdullah bin Abbas)
Rasulullah Saww bersabda :
“Ada tiga orang dari tiga umat yang tidak pernah menyekutukan Allah sekejap matapun. Yaitu Ali bin Abi Thalib, Shahib Yasin, dan orang yang beriman dari kalangan keluarga Fir’aun. Mereka semua adalah para Shiddiqun ; Habib an Najjar “Mu’min” atau Shahib Yasin ; Hizqil yang beriman dari keluarga Fir’aun ; dan Ali bin Abi Thalib. Ali adalah yang paling utama diantara mereka.”
(Muhammad bin Yusuf al Kanji al Qurasyi dalam kitab “Kifayat al Thalib” bab. 24)
Dan karena hadits diataslah Imam Ali bin Abi Thalib kw pernah berkata, “Aku adalah Shiddiq al Akbar, siapapun selain aku tidak berhak mengatakan menyandang maqam ini.”
(HR. Ibnu Najjar dari Abdullah bin Abbas ; Abu Nu’aim dalam kitab “Al Marifah” dari Abu Laila ; Sayyid Ismail bin Mahdi al ghurbani al Hasani dalam kitab “Nafas ar Rahman fi ma li Ahbab Allah min ‘Uluww asy Syan”, Terbitan Mu’assasah Dar al Fikr, Abu Dhabi – Uni Emirat Arab, cetakan ke 4, Ramadhan 1410H / 1990 M)
Maqam shiddiqin adalah maqam yang sangat tinggi, inilah maqam tertinggi dibawah kenabian, sehingga diantara para waliyullah pun hanya sedikit orang yang berhak menyandang derajat ini. Shiddiq artinya benar, maka mereka yang termasuk dalam kelompok shiddiqin adalah orang-orang yang senantiasa benar setiap ucapan, bersitan hati, dan perbuatannya. Mereka tidak pernah berpaling dari kebenaran, dan selalu ada untuk menegakkan kebenaran. Dalam setiap jaman mereka dipimpin oleh “Shiddiq al Akbar”, dan shiddiq al Akbar untuk umat Rasulullah Muhammad Saww adalah Imam Ali kw. Tidak ada seorang waliyullah pun yang mendapatkan maqam kewalian, melainkan mereka memperolehnya karena berkah Imam Ali kw, karena beliaulah pemimpin para waliyullah, dan melalui beliaulah ilmu-ilmu Ilahiyyah mengalir kedalam hati para waliyullah, karena Imam Ali kw adalah “Babul ilmi,” gerbang dari samudera ilmu Rasulullah Saww.
Tidak diragukan lagi bahwa manusia paling agung diantara seluruh sahabat Rasulullah Saww adalah Imam Ali bin Abi Thalib kw. Beliau adalah orang yang tidak pernah menyembah berhala, beliau laki-laki yang paling pertama beriman kepada Allah dan Rasulullah Saww, beliau yang pertama kali melaksanakan shalat bersama Rasulullah Saww, beliau orang yang tidak pernah merasakan khamr, beliaulah satu-satunya orang yang lahir didalam Ka’bah, darah adalah hal yang najis, namun darah Imam Ali kw adalah darah yang suci, sehingga Allah mengijinkan beliau lahir didalam Baitullah. Imam Ali kw adalah orang yang rela mengorbankan nyawanya menggantikan Rasulullah Saww ketika hijrah. Beliau adalah lulusan terbaik dari madrasah Nubuwwah, yang dididik semenjak kecil oleh Rasulullah Saww. Sehingga beliau Saww bersabda tentang Imam Ali kw :
“Kalau keimanan Ali dan keimanan umatku ditimbang, tentu keimanan Ali lebih berat dari keimanan (seluruh) umatku hingga hari kiamat.”
(HR. Ahmad didalam Al Musnad ; Ibnu Maghazali didalam Al Manaqib ; al Khatib al Khawarizmi didalam kitab Al Manaqib ; al Hafidz Sulaiman al Qunduzi al Hanafi didalam kitab Yanabi al Mawaddah)
Diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, bahwa Rasulullah Saww bersabda :
“Kalau tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi diletakkan pada satu piringan timbangan, dan keimanan Ali diletakkan pada piringan timbangan yang lain, tentu keimanan Ali lebih berat.”
(Imam at Tsa’labi didalam kitab tafsirnya ; al Khawarizmi didalam kitab Al Manaqib ; Mir Sayyid Ali al Hamdani didalam Mawaddah al Qurba pada mawaddah ketujuh)
Rasulullah Saww bersabda kepada Imam Ali kw :“Engkaulah saudaraku, penerima wasiatku, pembantuku, ahli warisku, hakim bagi agamaku, dan penerus kepemimpinan sepeninggalku.”
(HR. Ahmad didalam kitab “Al Musnad” ; Ibnu al Maghazali asy Syafi’i didalam kitab “Al Manaqib” ; at Tsa’labi didalam kitab tafsirnya)
Jabir bin Abdullah al Anshari meriwayatkan bahwa ketika kaum muhajirin dan anshar berkumpul, Rasulullah Saww bersabda kepada Imam Ali ditengah-tengah hadirin :“Wahai Ali, kalau ada seseorang yang menyembah Allah dengan sungguh-sungguh beribadah, namun kemudian dia ragu-ragu kepadamu dan kepada Ahlulbaitmu karena kalian adalah manusia yang paling utama, maka orang itu berada didalam neraka.” Kemudian sebagian besar orang-orang yang ada di majelis itu mengucapkan istighfar kepada Allah Ta’ala, karena mereka mengira ada orang lain yang lebih utama dari Imam Ali kw.
(Allamah Mir Sayyid Ali al Hamdani didalam Mawaddah al Qurba pada mawaddah ketujuh ; Sayyid Ismail bin Mahdi al ghurbani al Hasani dalam kitab “Nafas ar Rahman fi ma li Ahbab Allah min ‘Uluww asy Syan”, Terbitan Mu’assasah Das al Fikr, Abu Dhabi – Uni Emirat Arab, cetakan ke 4, Ramadhan 1410H / 1990 M)
Rasulullah Saww bersabda :“Ali adalah manusia yang terbaik, barangsiapa yang menolaknya (Dalam riwayat lain siapa yang meragukannya) maka dia benar-benar kafir.”
(al Muttaqi dalam kitab Kanzul Ummal juz.6, hal.159 dari Imam Ali, Abdullah bin Abbas, Ibnu Mas’ud, dan Jabir bin Abdullah ; Jalaluddin al Suyuthi dalam kitab al Jami ash Shagir juz.2, hal. 20-21 ; Allamah al Kanzi al Syafi’i dalam kitab Kifayat al Thalib bab.62, hal.119 cetakan al Ghur, th.1356H dari Imam Ali, Aisyah, Hudzaifah, Jabir bin Abdullah, dan Atha ; Al Hafizh Ibnu Asakir dalam kitab tarikh juz.50 ; Abu Khatib didalam Tarikh Baghdad)
Para waliyullah memperoleh derajat kewalian karena berkah Imam Ali kw, begitupun para sahabat memperoleh kemuliaan karena mengikuti Imam Ali. Sayyidina Umar bin Khattab mengatakan, “Kalau tidak ada Ali niscaya Umar celaka, kalau tidak ada Ali niscaya Umar binasa.”Sayyidina Umar disebut al Faruq oleh para sahabat lain karena dia mengikuti Imam Ali kw yang merupakan “Al Faruq al Azham”(Pembeda yang agung) mengenai hal ini Rasulullah Saww bersabda :
“Sepeninggalku akan terjadi fitnah. Jika itu terjadi, maka berpeganglah kepada Ali bin Abi Thalib. Dialah orang yang pertama melihatku, dialah yang pertama menyalamiku pada hari kiamat, dia bersamaku dilangit yang tinggi, dialah al Faruq al Azham yang menjadi pembeda antara kebenaran dengan kebatilan.”
(Al Hafidz Sulaiman al Qunduzi al Hanafi dalam kitab Yanabi al Mawaddah bab.56 yang meriwayatkan dari kitab al Sa’bin fi Fadhail Amir al Mukminin hadits no.12 dari Abu Dzar al Ghiffari ; Allamah al Kanzi al Syafi’i dalam kitab Kifayat al Thalib bab.44 dari Abu Laila al Ghifari dan Abdullah bin Abbas, menurutnya hadits ini hasan ali ; Allamah Mir Sayyid Ali al Hamdani didalam Mawaddah al Qurba pasal 6 dari Abu Laila al Ghifari)
Imam Ali kw adalah salah seorang manusia suci yang dijaga dan dipelihara oleh Allah Ta’ala dengan Firman Nya :
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
(Qur’an surah al Ahzab ayat 33)
“Alhamdulillahiladzii ja’alana minal mutamasikiina bi wilayati Ali”
Segala puji dan syukur kepada Allah yang telah mengelompokkan kita sebagai pengikut Imam Ali bin Abi Thalib kw, beliaulah Syaikh kedua didalam silsilah thariqah Hasan wa Husein yang diberkahi ini. Karena itu sudah sepatutnya kita merasa bangga akan hal ini, kemudian kita semua harus bersungguh-sungguh didalam mengikuti dan meneladani setiap jejak langkah beliau. Karena setiap murid thariqah ini yang bersungguh-sungguh didalam ketaatan dan kecintaan kepada Allah, Rasulullah dan Ahlulbaitnya – Alaihimu Shalatu wa Salam – kelak di yaumil akhir akan berada pada mimbar-mimbar cahaya bersama dengan mereka semua.
Wa minAllahu at taufik, wa salallahu ala Sayyidina Muhammad wa alihi wasallam
Alhamdulillahirabbil alamin.
No comments:
Post a Comment
ALLAH DAN MUHAMMAD SELALU BERIRINGAN,DIAMANA ADA MUHAMMAD DISITU ADA ALLAH